INDOSEXASIA - Namaku Wenny, umurku telah 25 tahun. Waktu menikah umurku masih 19 tahun serta saat ini Kedua anakku disekolahkan di luar negara seluruh sehingga di rumah cuma saya serta suami dan 2 orang pembantu yang cuma bekerja buat mensterilkan perabot rumah dan kebun, sedangkan menjelang senja mereka kembali. Suamiku selaku seseorang usahawan mempunyai sebagian usaha di dalam serta luar negri. Kesibukannya membuat suamiku senantiasa tidak sering terletak di rumah.
Apabila suamiku terletak di rumah cuma buat rehat serta tidur lagi pagi- pagi sekali ia telah kembali sirna dalam pemikiran mataku. Hari- hariku saat sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang telah lebih dahulu menuntut ilmu di luar negara terasa mengasyikkan sebab terdapat saja yang bisa kukerjakan, entah itu buat mengantarkannya ke sekolah maupun membantunya dalam pelajaran.
Tunjukan keberuntunganmu dengan bermain PokerQQ Online, Raih uang sebanyak-banyaknya
Tunjukan keberuntunganmu dengan bermain PokerQQ Online, Raih uang sebanyak-banyaknya
Tetapi sejak 3 bulan sehabis anakku terletak di luar negara hari- hariku terasa hening serta membosankan. Terlebih lagi apabila suamiku lagi berangkat dengan urusan bisnisnya yang terletak di luar negara, dapat meninggalkan saya hingga 2 mingguan lamanya. Saya tidak sempat turut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari- hariku kuisi dengan jalan- jalan ke mall maupun berangkat ke salon serta terkadang melaksanakan senam. Hingga sesuatu hari kesepianku berganti total sebab supirku./
Sesuatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku. Semacam umumnya begitu saya datang di dalam rumah, saya langsung membuka pintu mobil serta langsung masuk ke dalam rumah serta melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar mengarah lantai 2 dimana kamar utama terletak. Begitu kubuka pintu kamar, saya langsung melemparkan tasku ke bangku yang terdapat di dekat pintu masuk serta saya langsung melepas baju senamku yang bercorak gelap sampai tinggal BH serta celana dalam saja yang masih menempel pada tubuhku.
Dikala saya berjalan hendak merambah ruang kamar mandi saya melewati tempat rias kaca milikku. Sesaat saya memandang tubuhku ke kaca serta memandang tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang serta berupa mirip perut padi, kemudian mataku mulai bergeser memandang pinggulku yang besar semacam wujud gitar dengan pinggang yang kecil setelah itu saya menyampingkan tubuhku sampai pantatku nampak masih menonjol dengan kencangnya.
Setelah itu kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH nampak jelas lipatan bagian tengah, nampak lumayan padat berisi dan,“ Ouh.. mengapa kalian di mari!” sedikit kaget kala saya lagi asyik- asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri seketika saja kulihat dari kaca terdapat kepalanya supirku yang warnanya lagi berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi kurang ingat kututup.“ Jangan ngeliatin.. situ cepet keluar!” bentakku dengan marah sembari menutupi bagian tubuhku yang terbuka.
Namun supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku.
“ Aris.. Aku telah bilang kilat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot.
“ silakan bunda teriak sekuatnya, hujan di luar hendak melenyapkan suara bunda!” ucapnya dengan matanya memandang tajam padaku. Sepintas kulihat celah jendela yang terletak di sampingku serta nyatanya memanglah hujan lagi turun dengan rimbun, memanglah ruang kamar tidurku lumayan rapat jendela- jendelanya sampai hujan turun juga takkan terdengar cuma saja di luar situ kulihat dedaunan serta ranting tumbuhan bergoyang tertiup angin kesana kemari. Detik demi detik badan supirku terus menjadi dekat serta terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku terus menjadi berdetak kencang serta tubuhku terus menjadi menggigil karenanya.
Saya juga mulai mundur tertib selangkah demi selangkah, saya tidak ketahui wajib berbuat apa dikala itu hingga kesimpulannya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku.
“ Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar.
“ Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku dikala melihatku mulai kepepet.
“ Jangan..!” jeritku, begitu supirku yang telah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku sampai tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang serta dalam sebagian detik setelah itu badan supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang. Saya terus berupaya meronta dikala supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang selalu dengan memakai kedua tangan serta kedua kakiku buat menendang- nendangnya terus membuat supirku pula kewalahan sampai susah buat berupaya menciumi saya hingga saya sukses lepas dari himpitan badannya yang besar serta perkasa itu.
Begitu saya menemukan peluang buat mundur serta menghindar dengan membalikkan tubuhku serta berupaya merangkak tetapi saya masih kalah kilat dengannya, supirku sukses menangkap celana dalamku sembari menariknya sampai tubuhku juga jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali serta celana dalam putihku tertarik sampai bongkahan pantatku terbuka. Tetapi saya terus berupaya kembali merangkak ke tengah ranjang buat menjauhinya. Lagi- lagi saya kalah kilat dengan supirku, ia sukses menangkap tubuhku kembali tetapi belum pernah saya bangkit serta berupaya merangkak lagi, seketika saja pinggulku terasa kejatuhan barang berat sampai tidak bisa bergerak lagi.
“ Aris.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang- ulang sembari terisak nangis. Warnanya supirku telah kesurupan serta kurang ingat siapa yang lagi ditindihnya. Sehabis memandang tubuhku yang telah mulai kecapaian serta kehilangan tenaga kemudian supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku serta menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang setelah itu ia mengikat kedua tanganku kuat- kuat, entah dengan apa ia mengikatnya. Sehabis itu badannya yang masih terletak di atas tubuhku berbalik menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat- kuat kemudian ditariknya sampai menekuk.
Kemudian kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Sehabis itu kaki kiriku yang menemukan giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku.“ Aku mau mencicipi bunda..” bisiknya dekat telingaku.
“ Semenjak awal kali aku melamar jadi supir bunda, aku telah menginginkan memperoleh peluang semacam saat ini ini.” katanya lagi dengan suara napas yang telah memburu.
“ Tetapi aku majikan kalian Ris..” kataku berupaya menegaskan.
“ Memanglah betul bu.. tetapi itu waktu jam kerja, saat ini telah jam 7 malam berarti aku telah leluasa tugas..” balasnya sembari melepas jalinan tali BH yang kukenakan.
“ Hhh milimeter uuhh,” desah nafasnya penuhi telingaku.
“ Tetapi malam ini Bu Wenny wajib ingin melayani aku,” katanya sembari terus mendengus- denguskan hidungnya di seputar telingaku sampai tubuhku merinding serta geli. Sehabis supirku melepas pakaiannya sendiri kemudian tubuhku dibaliknya sampai telentang."
Saya bisa memandang badan polosnya itu. Tidak lama setelah itu supirku menarik kakiku hingga pahaku menempel pada perutku kemudian mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku setelah itu digendongnya serta dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang kemudian dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak wanita yang badannya lagi dipeluk bapaknya. Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang serta nampak otot dadanya berupa serta kencang sebaliknya tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku serta pantatku yang kencang serta putih bersih itu.
“ Aris.. jangan Ris.. jangan!” ucapku berulang- ulang dengan nada terbata- bata berupaya menegaskan pikirannya. Tetapi Aris, supirku tidak memperdulikan perkataanku kebalikannya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba- raba pahaku.“ Ouh.. zzt.. Euh..” desisku panjang dengan badan mengencang menahan geli dan semacam terserang setrum dikala kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.
Terlebih telapak serta jemari tangannya menyudahi pas di tengah- tengah lipatan pahaku.“ Mass.. Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sembari memejapkan mata kala kurasakan jemarinya mulai mengusap- usap belahan bibir vaginaku. Tangan Mas Aris terus memegang serta bergerak dari dasar ke atas kemudian kembali turun lagi serta kembali ke atas lagi dengan lama- lama hingga sebagian kali. Kemudian mulai sedikit memencet sampai ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut- denyut, gatal serta geli. Tangannya yang terus meraba serta menggelitik- gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, terlebih telah lumayan lama tubuhku tidak sempat memperoleh kehangatan lagi dari suamiku yang senantiasa padat jadwal serta padat jadwal. Entah siapa yang mengawali duluan dikala pikiranku lagi melayang kurasakan bibirku telah beradu dengan bibirnya silih berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghirup liur yang keluar dari dalam mulut tiap- tiap.“ Ouh.. Wenny.. wajahmu lumayan memicu sekali Wenny..!” ucapnya dengan nafasnya yang terus menjadi memburu itu.
Sehabis mengatakan begitu tubuhku ditarik sampai buah dadaku yang menantang itu pas pada wajahnya serta setelah itu,“ Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti sehabis mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, apalagi menggigit- gigit kecil punting susuku sembari sekali- kali menarik- narik dengan giginya. Entah kenapa perasaanku dikala itu semacam khawatir, ngeri apalagi sebal bercampur aduk di dalam hati, tetapi terdapat perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan- akan terdapat suatu yang sempat lama lenyap saat ini kembali tiba merasuki tubuhku yang lagi dalam kondisi tidak berdaya serta pasrah.“ Bruk..” seketika tangan Mas Aris membebaskan tubuhku yang lagi asyik- asyiknya saya menikmati sedalam- dalamnya tubuhku yang lagi melambung serta melayang- layang itu sampai tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku.
Tidak berapa lama setelah itu kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas semacam orang yang kelaparan. Menemukan serbuan semacam itu tubuhku langsung menggelinjang- gelinjang serta rintihan dan erangan suaraku terus menjadi meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai- sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan serta ke kiri berulang- ulang. Lumayan lama mulutnya mencumbu serta melumati bibir vaginaku terlebih- lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang sangat sensitif itu.
“ Aris.. telah.. telah.. ouh.. ampun Aar.. riss..” rintihku panjang dengan badan yang mengejang- ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya dikala itu. Kemudian kurasakan tangannya juga mulai rebutan dengan bibirnya.
Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku serta mengorek- ngorek isi dalamnya.
“ Ouh.. Ris..” desisku menikmati alur permainannya yang terus cerah belum sempat kudapatkan apalagi dengan suamiku sendiri.
“ Tabah Wen.., aku suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supirku yang separuh bergumam sembari terus menjilat serta menghisap- hisap tanpa hentinya hingga sebagian menit lagi lamanya.
Sehabis puas mulutnya bermain serta berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu sang Aris kemudian mendekati wajahku sembari meremas- remas buah dadaku yang ranum serta kenyal itu.
“ Bu Wenny.., aku entot saat ini ya.. sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan napas yang telah mendesah- desah.
“ Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku terdapat barang yang lumayan keras serta besar mendesak- desak separuh memforsir masuk belahan bibir vaginaku.
“ Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..”
“ Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras- keras menahan ngilu yang amat sangat sampai- sampai terasa duburku berdenyut- denyut menahan ngilunya.
Kesimpulannya batang penis supirku tenggelam sampai dalam dibalut oleh lorong kemaluanku serta terhimpit oleh bibir vaginaku.
Sebagian dikala lamanya, supirku dengan terencana, penisnya cuma didiamkan saja tidak bergerak kemudian sebagian dikala lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar lambat- laun serta sehabis itu didorong masuk lagi, pula dengan lambat- laun sekali seakan- akan mau menikmati gesekan- gesekan pada dinding- dinding lorong yang rapat serta terasa bergerenjal- gerenjal itu.
Kian lama gerakannya terus menjadi kilat serta kilat sehingga tubuhku terus menjadi berguncang dengan hebatnya hingga,
“ Ouhh..” Seketika suara supirku serta suaraku bersama beradu nyaring sekali serta panjang lengkingannya dengan diiringi tubuhku yang kaku serta langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya.
Begitu pula dengan badan supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku.“ Sialan kalian Ris!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram.
Sehabis sebagian lama saya melepas letih serta nafasku telah mulai tenang serta tertib kembali.“ Kalian edan Ris, kalian sudah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku lagi sembari memandang badannya yang masih terkulai di samping sisiku.
“ Gimana jika saya berbadan dua nanti?” ucapku lagi dengan nada jengkel.“ Tenang Bu Wenny.., aku masih memiliki kapsul anti berbadan dua, Bu Wenny.” ucapnya dengan tenang.“ Iya.. tetapi kan udah telat!” balasku dengan sinis serta ketus.“ Tenang bu.. tenang..
tiap pagi bunda kan senantiasa minum air putih serta sepanjang 2 hari tadinya aku senantiasa mengombinasikan dengan obatnya jadi Bu Wenny enggak harus takut bakalan berbadan dua bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi.“ Ouh..
jadi kalian telah merencanakannya, sialan kalian Ris..” ucapku dengan kaget, nyatanya diam- diam supirku telah lama merencanakannya.
“ Gimana Bu Wenny..? Gimana apanya? Saat ini kalian lepasin aku Ris..” kataku masih dengan nada jengkel serta gemas.“ Artinya, tadi waktu di Entotin lezat kan?” tanyanya lagi sembari membelai rambutku.
Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, tetapi dalam hati kecilku tidak bisa kupungkiri meski tadi ia telah memperkosa serta menjatuhkan derajatku selaku majikannya, tetapi saya sendiri ikut menikmatinya apalagi saya sendiri merasakan organsime 2 kali.
“ Kok ngak dijawab sich!” tanya supirku lagi.“ Iya.. iya, tetapi saat ini lepasin talinya dong Aris!” kataku dengan menggerutu sebab tanganku telah pegal serta kaku.
“ Nanti saja yach! Saat ini kita mandi dahulu!” ucapnya sembari langsung menggendong tubuhku serta bawa ke kamar mandi yang terletak di samping tempat ranjangku.
Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan serta kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik bercorak krem muda yang dingin pas di dasar pancuran shower yang bergantung di bilik.
Sehabis itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku serta menyalakan kran air sampai tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu.
Memandang tubuhku yang telah basah serta nampak mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi kemudian Aris supirku berjongkok dekatku serta setelah itu duduk di sampingku sampai badannya juga ikut basah oleh air yang turun dari atas.
Mata supirku yang memandangiku semacam nampak lain dari umumnya, ia mulai mengusap rambutku yang basah ke balik dengan penuh sayang semacam lagi menyayang seseorang anak kecil.
Kemudian diambilnya sabun Lux cair yang terdapat di dalam botol serta menumpahkan pada tubuhku kemudian ia mulai menggosok- gosok tubuhku dengan telapak tangannya.
Pinggulku, perutku kemudian naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri serta setelah itu ke buah dadaku yang kanan. Tangannya yang terasa agresif itu terus menyikat serta menyikat sembari bergerak berbalik semacam lagi memoles mobil dengan cairan kits.
Sesekali ia meremas dengan lembut buah dada serta punting susuku sampai saya merasa geli dibuatnya, kemudian naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku kemudian ke bahuku, setelah itu turun lagi ke lenganku.“ Ah.. mas..”
pekikku kala tangannya kembali turun serta turun lagi sampai telapak tangannya menutup bibir vaginaku.
Kurasakan telapak tangannya menggosok- gosok bibir vaginaku naik turun serta setelah itu membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah serta cekatan serta kembali menggosok- gosokkannya sampai sabun Lux cair itu jadi terus menjadi berbusa.
Sehabis memandikan tubuhku kemudian ia juga membilas badannya sendiri sembari membiarkan tubuhku senantiasa bersandar di dasar pancuran shower.
Usai mensterilkan tubuh, supirku kemudian menggendongku keluar kamar mandi serta menghempaskan tubuhku yang masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dulu.
“ Aku hendak bawakan santapan ke mari yach!” ucapnya sembari supirku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya kemudian ngeloyor ke luar kamarku tanpa pernah buat saya berdialog.
Telah 3 tahun lebih saya tidak sempat merasakan kehangatan yang demikian memuncak, sebab keegoisan suamiku yang senantiasa padat jadwal dengan pekerjaan.
Memanglah dalam perihal keuangan saya tidak sempat kekurangan. Apapun yang saya ingin tentu kudapatkan, tetapi buat urusan kewajiban suami terhadap istrinya telah lama tidak kudapatkan lagi. Entah kenapa perasaanku dikala ini semacam terdapat rasa lagi, gembira ataupun.. entah apalah namanya.
Yang tentu hatiku yang sepanjang ini terasa berat serta bosan lenyap begitu saja meski dalam hati kecilku pula merasa malu, benci, sebal serta jengkel. Supirku lumayan lama meninggalkan diriku sendirian, tetapi waktu kembali warnanya ia mengantarkan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat dan segelas minuman kesukaanku.
Kemudian tubuhku ditumpukan pada teralis ranjang.“ Supaya aku yang suapin Bu Wenny yach!” ucapnya sembari menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya.“ Kalian yang masak Ris!” tanyaku mau ketahui.
“ Iya, kemudian siapa lagi yang masak jika bukan aku, kan di rumah hanya tinggal kita berdua, sang Wati kan udah aku suruh kembali duluan saat sebelum hujan tadi turun!” kata supirku.“ Mari dicicipi!” katanya lagi. Mulanya saya ragu buat mencicipi nasi goreng buatannya, tetapi perutku yang memanglah telah terasa lapar, kesimpulannya kumakan pula sesendok demi sesendok.
Tidak kusangka nasi goreng buatannya lumayan lumanyan pula warnanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring bisa kuhabisi pula. Bolehkan aku memanggil Bu Wenny dengan istilah mbak?” tanyanya sembari membilas mulutku dengan tissue.
“ Boleh saja, memanglah mengapa?” tanyaku.“ Engga apa- apa, supaya lezat aja kedengaran di kupingnya.” Jika aku boleh manggil Mbak Wenny, berarti Bu Wenny eh.. salah artinya Mbak Wenny, panggil aku Bang aja yach!” celetuknya memohon.
“ Terserah kalian saja” kataku.“ Telah tidak capai lagi kan Mbak Wenny!” sahut supirku.“ Memanglah mengapa!?” tanyaku.“ Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sembari mulai meraba- raba tubuhku kembali.
Saya tidak berikan jawaban lagi, cuma menunduk malu, tadi saja saya diperkosanya malah membuatku puas disetubuhinya terlebih buat babak yang kedua kataku dalam hati.
Sejujurnya saya tidak rela tubuhku diperkosanya tetapi saya tidak sanggup buat menolak permintaannya yang membuat tubuhku bisa melayang- layang di hawa semacam dahulu dikala saya awal kali menikah dengan suamiku.
0 Komentar