Gairah Mamah Muda




INDOSEXASIA -  Sejak pengalamanku menyetubuhi Nanik tetanggaku yang berstatus istri orang, yang saya ceritakan disini, saya terus menjadi terobsesi buat mencari target tante kesepian lain buat memuaskan libidoku yang besar. Kali ini sasaranku pula istri tetanggaku ialah Hesti. Hesti seseorang bunda satu anak berumur 3 tahun. Umurnya kutaksir baru dekat 25 tahunan. Berbeda dengan Nanik yang terkategori type STNK( Separuh Tua Tetapi Kenyal), Hesti jauh lebih muda. Perihal ini nampak dari badannya yang ramping dengan kulit yang masih kencang.


Nikmati pula cerita tante kesepian bergambar yang lain semacam: Pijitan berbuah seks.


Cerita Tante Kesepian Terkini– Perawakan Hesti lumayan mungil dengan besar cuma 150 an centimeter dengan rambut ikal sepunggung. Tetapi terdapat peninggalan kepunyaan Hesti yang kerap membuatku menelan ludah bila melihatnya. Dengan badan semampai, Hesti mempunyai dimensi buah dada yang lumayan besar dengan wujud bundar sempurna. Perihal ini nampak jelas sebab dia kerap menggunakan kaus ketat di area rumahnya. Serta dia juga mempunyai wujud bokong yang sama bulatnya. Intinya, Hesti mempunyai body yang lumayan aduhai. Tampaknya dia lumayan pandai menjaga diri. Sangat beruntung lelaki yang sanggup meyetubuhinya.

MENANGKAN KESEMPATAN MERAIH UANG SEBESAR Rp 40.000.000 SEKARANG JUGA DARI MEGA JACKPOT DI PERMAINAN ( QQ,POKER,CAPSA,SAKONG ) DENGAN MINIMAL DEPOSIT | WITHDRAW Rp 20.000 !! || HANYA DI>> HAWAIPOKER <<


Di area tempat tinggal kami, Hesti serta suaminya masih menumpang di rumah kedua orang tuanya. Hesti serta suaminya bersama bekerja. Bagi data yang saya miliki dari istriku, Hesti bekerja bagaikan staf administrasi di sesuatu industri di Kelapa Gading. Sebaliknya pekerjaan suaminya, saya tidak ketahui. Lagi pula mengapa saya cari data tentang suaminya? Hehehe. Hesti mempunyai 2 orang adik wanita yang tidak kalah cantiknya. Kiki yang berumur 22 tahun serta baru saja lulus kuliah serta Maya yang baru berumur 17 tahun, masih duduk di kelas 3 SMU. Dengan kedua adiknya ini saya juga nantinya mempunyai cerita tertentu yang hendak saya ceritakan di bagian yang terpisah.


Hubunganku dengan Hesti memanglah tidak sangat dekat, tetapi kami kerap silih menyapa apabila berpapasan di jalur. Serta anaknya juga kerap bermain dengan anakku. Dia type perempuan yang ramah serta supel. Buat berangkat bekerja Hesti memakai sepeda motor matic nya. Dia berangkat sendirian. Tampaknya tempat kerjanya serta suaminya, berbeda arah, sehingga mereka memakai sepeda motor tiap- tiap. Serta ini menyulitkan ku buat melaksanakan pendekatan padanya. Tidak dapat kulakukan lagi metode pendekatan yang sama dengan Nanik ialah beralasan berangkat bareng- bareng. Saya wajib putar otak buat dapat medekatinya.







Raih Keberuntunganmu dengan bermain Dominobet, permainan kartu online dengan memakai duit asli, terdiri game Capsa, Poker, Kiyu- kiyu, Sakong serta lain- lain. Miliki Jackpot sampai ratusan juta rupiah.”


Tetapi yang namanya rejeki kadangkala tiba seketika. Pagi itu saya lagi memanaskan mesin motorku serta bersiap buat berangkat kerja. Kala itu kulihat Hesti berjalan kaki ke ujung gang buat berangkat kerja. Koq, tumben gak membawa motor? Gumanku dalam hati.


Sebab hari itu hari Jumat, kulihat penampilan Hesti lumayan kasual. Dengan setelan celana jeans corak gelap serta blouse batik bagaikan atasan, tidak sanggup menyembunyikan wujud badannya yang aduhai. Wujud dadanya yang membusung kedepan serta bokongnya yang melenggak- lenggok kekanan ke kiri dengan indahnya.


Bergegas ku ambil helm dan jaket serta buru- buru pamit pada istriku buat berangkat kerja. Kuikuti Hesti dari kejauhan. Serta begitu hingga di ujung gang lekas kuhampiri ia.


“ Lho koq ga membawa motor mbak Hesti? Ingin kerja ya?”


“ Iya mas, kebetulan motorku lagi di pinjem adik buat interview.”


“ Oh begitu…..”


“ Mbak Hesti kerja di Kelapa Gading khan, Kebetulan saya lagi terdapat urusan ke Sunter serta melalui kelapa gading. Bareng aja ayo.” Ajakku


Sesungguhnya alasanku ke Sunter cuma akal- akalan ku saja supaya saya dapat terdapat alibi mendekatinya, kalo saya bilang ingin ke Kelapa Gading, nanti terbaca donk niatku sebetulnya. Hehehe


Hesti nampak ragu dengan ajakanku


“ Gak harus deh mas, saya naik angkot saja, lagi pula aku gak membawa helm.”


“ Udah gak apa apa Mbak, kalo pagi ini khan polisi belum terdapat. Masih pada tidur’” candaku.


Kesimpulannya dia luluh dengan ajakanku serta lekas naik ke atas motorku.


Motor ku berjenis motor sport sehingga posisi duduk pembonceng agak menunduk serta pasti saja ini membagikan khasiat bonus bagiku. Buat mengestimasi perihal tersebut Hesti menempatkan tasnya diantara posisi dudukku dengan duduknya. Tetapi senantiasa saja sesekali, benjolan buah dada nya memegang punggungku.


Kulajukan sepeda motorku dengan santai supaya saya memiliki waktu yang lumayan lama buat ngobrol dengannya. Percakapan kami ringan- ringan saja seputar pekerjaan serta kantornya.


Tidak lama kami juga datang di kantornya yang berbentuk komplek ruko yang terletak tidak jauh dari Mall Kelapa Gading.


Sehabis Hesti turun dari motorku, dia juga mengucapkan terima kasih


“ Terima kasih Mas Ardi atas tumpangannya.”


“ Iya bersama Hes.”


Sebab telah mulai akrab, saya juga tidak lagi memanggilnya Mbak. Itupun sebab Hesti yang memintanya.


“ Oya nanti kembali bareng ayo. Saya kembali dari Sunter sore hari, kalian kembali jam berapa?”


“ Saya kembali jam 5 sore sih mas, tetapi gak harus repot– repot, saya naik angkot aja, nanti merepotkan mas Ardi lagi.” Elaknya.


“ Enggak merepotkan koq Hes, daripada kalian naik angkot kemaleman sampe rumah.”


“ Nanti jam 5 saya tunggu di mari ya,” Desakku.


“ Ya udah deh mas, tetapi bener gak ngerepotin khan?” Tanyanya lagi.


“ Enggak koq tenang aja.”


“ Oya saya memohon pin BB donk supaya nanti mudah ngabarin kalo telah hingga.”


Ia kemudian mengatakan serangkain huruf serta angka Pin BB nya


“ Ya udah saya masuk dahulu ya mas.”


“ Ok Hes. Selamat bekerja ya.”


Hesti juga tersenyum manis padaku


Saya lekas melajukan motorku dengan kilat ke arah kantor ku di Sudirman, Telah tentu terlambat ini.


Tetapi ya sudahlah, tinggal nanti cari alibi mengapa terlambat sama sang boss.


Jam 4 sore, saya buru- buru mengarah mesin absen finger scan serta keluar dari kantor secepatnya. Lekas ku mengarah ke parkiran motor serta melaju ke Kelapa Gading buat menjemput Hesti, si perempuan idaman lain. hehehe


Jam 4. 40 saya juga datang di Kelapa Gading. Saya terencana menunggunya agak jauh dari kantornya supaya tidak memunculkan gossip dari rekan- rekan kerjanya. Lekas ku kirim pesan via BBM yang mengabarkan keberadaanku. Tidak lama BBM itu juga berbalas kalo dia lagi membereskan pekerjaannya serta bersiap kembali.


Tidak lama masuk lagi BBM darinya. Kali ini Hesti mengabarkan kalo dia wajib menjajaki meeting tiba- tiba dengan pimpinan sebab terdapat kekacauan sytem administrasi yang terjalin di bagiannya. Ia mempersilahkan saya buat kembali saja serta tidak harus menunggunya sebab ia tidak ketahui jam berapa meeting hendak berakhir. Tetapi saya meyakinkan ia kalo saya hendak senantiasa menunggu saja. Kasian pula kalo ia wajib kembali malam naik angkot. Sementara itu sih dalam hati sebab terdapat maunya. hehe


Saya juga kembali menunggu di dekat suatu kios rokok di pojokan tempat parkir komplek ruko tersebut. Buat menewaskan waktu, saya juga ngobrol dengan tukang parkir serta penjaga kios rokok tersebut.


Jam 19. 30, masuk BBM yang mengabarkan kalo Hesti telah menuntaskan meeting dengan pimpinannya serta sebentar lagi hendak keluar kantor. Saya juga berikan ketahui dimana posisiku. Tidak lama wujud Hesti nampak keluar di sertai 2 orang temannya. Sehabis berpisah dengan sahabatnya, Hesti kemudian berjalan menghampiriku di kios rokok.


“ ih mas Ardi telah dibilangin kembali saja, masih aja nungguin saya,” gerutunya tetapi sembari tersenyum.


“ Biarin, abis nya kasian ngeliat kalian cantik- cantik malam- malam naik angkot.” Ujarku sembari memujinya.


Hesti sedikit tersepu mendengar pujianku


“ Ih mas Ardi dapat aja, cantikan pula mbak Santi,” dia menyebut nama istriku.


Saya cuma tertawa saja menanggapinya.


“ Ya telah kembali ayo,” ajakku padanya.


Lekas kupakai jaket dan helmku serta menyalakan mesin motor, Hesti juga lekas menaiki jok motor. Akupun mulai melajukan motorku ke arah tempat tinggal kami.


Kursakan hawa malam itu begitu dingin serta hawa terasa lembab, isyarat hendak turun hujan. Serta benar saja, kala saya melaju di jalur Pegangsaan 2, tanpa pemberitahuan terlebih dulu, hujan turun dengan derasnya, secara seketika. Saya juga lekas berupaya mencari tempat berteduh. Tidak lama saya juga menciptakan suatu warung yang telah tutup dengan teras yang lumayan buat kami berteduh. Warung itu posisinya lumayan tersembunyi serta tidak terdapat penerangan di terasnya. Penerangan cuma dari kendaraan yang melalui serta sedikit sinar dari lampu merkuri pencerah jalur.


Saya serta Hesti separuh berlari menjauhi hujan mengarah teras warung tersebut, lagi motorku kubiarkan di dasar guyuran hujan. Sebab terlambat mencari tempat berteduh, kulihat baju Hesti telah lumayan basah terserang guyuran Hujan. Lagi saya, sebab menggunakan Jaket kulit, cuma celana ku saja yang basah.


Lekas kulepaskan jaket yang kukenakan, serta kukibaskan supaya air yang melekat di bagian luarnya mengering. Kusampirkan jaketku di pundak Hesti yang kulihat mulai menggigil kedinginan. Tangannya menyilang di depan dadanya. Kurapatkan jaketku supaya dia dapat merasa lebih hangat. Dia memandang ke arahku serta megucapkan terima kasih dengan bibir yang sedikit gemetar menahan dinginnya temperatur hawa malam itu.


Ku perhatikan kondisi warung tersebut. Warung semi permanen itu dibentuk dengan separuh tembok, setengahnya lagi kayu. Lantainya dibuat dari adonan semen serta pasir saja yang tidak di beri ubin. Kulihat kondisinya mulai sedikit berdebu, tampaknya warung ini telah lumayan lama tutup, bisa jadi sebab bangkrut. Memanglah kulihat di dekat warung tersebut suasananya lumayan hening, di sebelah kirinya ada lahan yang lumayan luas yang tampaknya merupakan garasi truk- truk ekspedisi yang malam itu nampak kosong. Di sebelah kanannya merupakan lahan kosong yang ditumbuhi ilalang lumayan besar.


Lumayan lama kami berteduh di teras warung tersebut, hujan turun terus menjadi deras diiringi kilat serta petir. Hesti kerap terpekik kala kilat menampakkan cahayanya di langit diiringi suara petir yang menggelegar. Posisi berdirinya didekatkannya padaku. Saya juga berinisiatif separuh memeluknya dari balik. Awal mulanya saya cuma memegang pinggangnya namun lama kelamaan saya juga melingkarkan tanganku di depan perutnya. Entah sebab terbawa atmosfer ataupun kedinginan, Hesti mendiamkan saja perbuatanku itu. Kepala serta punggungnya malah di sandarkan ke dadaku. Saya terus memeluknya dari balik sembari memandang ke arah jalur raya di mana kemudian lintasnya terus menjadi hening. Telah satu jam kami berteduh di tempat tersebut. Tidak terdapat satupun dari kami yang besuara, padat jadwal dengan benak tiap- tiap.


Sembari memeluknya dari balik, saya mencium wangi harum rambutnya yag tergerai basah. Sebab posisi kami yang berhimpitan, ingin tidak ingin batang kemaluanku melekat di bongkahan pantatnya yang lumayan kenyal. Serta sesekali bergesekan. Lama kelamaan hasrat kelelakian ku juga bangkit. Kejantananku sedikit demi sedikit membeku di balik celana jeansku. Hesti tampaknya menyadari pergantian biologis di tubuhku itu namun dia cuma melirikku sekilas sembari tersenyum. Merasa menemukan lampu hijau saya mulai berani buat berbuat lebih. Lekas kususupkan tanganku ke balik blus batiknya serta mengusap usap dengan halus bilik perutnya. Kurasakan otot- oto perut yang lumayan liat dengan kulit yang halus. Bener- benar aduhai bodi sang hesti batinku. Hesti sedikit mengelinjang kala telapak tanganku memegang kulit perutnya.


Sebab malam kian dingin serta hasrat kelelakianku terus bergejolak, ku beranikan diri tanganku main lebih ke atas. Dengan kilat kususupkan ke balik bra yang dikenakannya. Hesti lumayan kaget dengan apa yang kulakukan serta berupaya berontak serta menepis kedua tanganku, namun dengan tidak kalah cekatan, saya memeluknya lebih keras dari balik serta kedua telapak tanganku mencengkram dengan lumayan kokoh payudaranya. Kurasakan buah dada itu mempunyai daging yang begitu kenyal serta terasa benjolan puting susu yang kian membeku. Lekas saja saya mengusap usap puting serta buah dada Hesti dengan telapak tanganku. Kesimpulannya pertahanan Hesti juga melemah, nafasnya mulai tersengal- sengal. Kuciumi leher jenjangnya serta dia juga menggelinjang sembari merintih tertahan


“ aaahhhh….”


Sebab badan Hesti yang menggelinjang, tubuhku juga sedikit terdorong ke balik serta tersandar pada pintu warung. Seketika kunci pada pintu warung itu terlepas di karenakan dudukan kayu tempat kait kunci gembok pengunci warung tersebut telah lapuk termakan rayap. Pintu warung itu juga terdorong sedikit terbuka.


Saya lekas menghentikan kegiatanku serta lekas menarik kedua tanganku dari balik bajunya. Lekas kuambil senter kecil yang senantiasa kubawa dari kantong jaketku. Kudorong pintu warung itu supaya terbuka lebih lebar, serta lekas kusinari seisi ruangan itu dengan sinar senterku. Ruangan di dalam warung itu berdimensi 3 x 3 m. Di dalamnya telah kosong cuma terdapat suatu lemari kaca yang telah usang, bisa jadi sisa tempat meletakan benda dagangan. Suatu bangku kayu semacam bangku yang biasa kita temui di sekolah dasar serta di pojokan terdapat suatu bale/ dipan yang dibuat dari potongan- potongan bilah bambu berdimensi 1, 5 x 2 meter.


Ruangan itu sedikit berdebu serta di langit- langit kutemukan fiting lampu yang berisi bohlam kecil berdaya 5 watt serta saklar model tarik. Ku tarik saklar tersebut serta nyatanya lampu itu masih menyala, entah menemukan pasokan listrik dari mana, bisa jadi terdapat sambungan dari garasi truk di sebelahnya.


Ruangan itu jadi lebih cerah walaupun cahayanya masih temaram. Temperatur dalam ruangan tersebut lebih hangat di banding di luar. Lekas saja Hesti kuajak masuk ke bagian dalam warung. Hesti agak ragu, namun kutarik lengannya supaya dia lekas masuk. Jauh lebih baik serta hangat di dalam di banding di luar.


Hesti meniup sedikit debu yang melekat pada bale- bale serta dia juga duduk di sisi bale tersebut. Saya lekas menutup pintu warung dari dalam supaya ruangan jadi lebih hangat, serta saya juga duduk disamping Hesti, lama kami terdiam sembari menelisik dengan seksama kondisi ruangan tersebut.


Kesimpulannya saya teringat hendak game kami yang terputus di luar tadi. Hesti kemudian membuka jaket yang di sampirkan di bahunya serta meletakkan di sandaran sofa kayu. Saya lekas menggeser tubuhku serta memposisikan tubuhku berhadapan dengan Hesti. Hesti nampak menawan di dasar sinar temaram lampu 5 watt, rambutnya sedikit acak- acakan serta basah.


Lekas saja kuraih tengkuk Hesti dengan tangan kananku serta mendekatkan mukanya ke padaku. Lekas kulumat bibir Hesti yang sudah merekah. Sedangkan tangan kiriku melingkar di pinggangnya. Lumayan lama kami berpagutan dengan posisi duduk silih berhadapan.


Saya juga mulai merebahkan badan Hesti ke bale- bale sembari mulut kami senantiasa berpagutan. Kugeser badannya agak ketengah serta dia juga mengangkut kakinya naik ke atas bale- bale. Telah tidak kupedulikan lagi debu tipis yang melekat di bale tersebut. Hasrat kami jauh lebih menggebu di banding debu.


Sembari terus mengulum bibirnya, lidahku dengan liar mengeksplore rongga mulut Hesti. Ku susupkan kembali tanganku ke balik blouse nya serta berupaya mencapai payudaranya. Kumainkan lagi puting susu itu dengan telapak tanganku walapun blouse serta bra masih melekat di badannya. Tetapi lama kelamaan posisi itu tidak membuatku aman. Kuhentikan pagutan bibirku serta lekas kutarik ke atas blouse batiknya. Hesti mengangkut tangannya ke atas serta mengangkut sedikit kepalanya. Blouse itu juga lolos dari badannya. Sehabis blouse nya terlepas, lekas kuraih kait bara di punggung Hesti. Dia sedikit melengkungkan punggungnya supaya tanganku gampang mencapai serta melepas kait bra yang dikenakannya. Bra itu juga kesimpulannya terlepas. Saat ini nampak di hadapanku badan Hesti yang separuh telanjang dengan wujud buah dada yang bundar sempurna serta puting susu yang tidak sangat besar bercorak coklat muda mendekati merah muda. Sesaat saya terpana dengan keelokan badan Hesti.


Hesti siuman saya mencermati badannya lekat- lekat, dia juga mendekapkan tangannya menutupi payudaranya. Saya lekas manarik tangan Hesti ke atas serta menahannya dengan tanganku. Buah dada itu kembali mencuat dengan puting susu yang kayaknya menantang buat di hirup. Lekas saja ku dekatkan wajahku ke payudaranya serta ku hirup puting susu buah dada sebelah kirinya. Hesti melenguh serta punggungnya melengkung merasakan nikmat dari rangsangan yang kuberikan. Tanganku senantiasa menahan tangan Hesti di atas. Mulutku terus menghirup puting susu serta memainkan nya dengan lidahku bergantian di kedua payudaranya. Hesti menggelinjang kian hebat, kepalanya tergolek ke kanan ke kiri dengan mulut yang terus meracau menahan nikmat.





“ Aahhh….. ouuhhh…. issshhhh….”


Lumayan lama saya memainkan kedua payudaranya. Sehabis puas saya juga mulai membuka kancing serta retsleting celana jeans Hesti kemudian meloloskannya melewati kedua tungkai kakinya. Celana dalam gelap berenda yang dikenakannya kulepas pula. Di hadapanku saat ini nampak gundukan daging yang ditumbuhi bulu halus yang tersusun apik. Nampak garis yang membentuk belahan memeknya bercorak kemerahan. Liang Miss V itu nampak kecil, nyaris tidak yakin jika Hesti telah sempat melahirkan.


Dengan separuh berlutut di hadapannya, Kurenggangkan kedua pahanya serta kudekatkan wajahku ke liang vaginanya. Lekas saja ku sapukan dengan lembut lidahku ke liang vaginanya. Hesti kembali menjerit serta punggungya kembali melengkung. Ku mainkan lidahku terus menembus liang Miss V. Miss V itu betul- betul rapat serta wangi. Terus saja kusapukan lidakhku menerobos lobang kenikmatannya serta sesekali memegang klitorisnya. Hesti terus merintih serta menggelinjang. Liang itu betul- betul basah oleh cairan kewanitaannya. Kurasakan kedutan halus otot- otot vaginanya di lidahku.


Sehabis lumayan lama saya juga bangkit. Sembari senantiasa berlutut di atas bale saya membebaskan segala baju serta celana yang ku kenakan tercantum celana dalam ku. Kontolku langsung melejit keluar, tegak mengacung dengan urat- urat yang nampak menonjol. Hesti sedikit kaget memandang dimensi kontolku. Dia juga bangkit. Sembari duduk bersimpuh di hadapanku, dia mulai memegang serta membelai kantung zakar serta batang penisku. Lama- lama di kulumnya batang kontolku. Batang kontol yang lumayan besar serta panjang nampak tidak mampu dikulum seluruhnya oleh bibir mungil Hesti. Namun saya lumayan puas sebab hisapan serta sapuan lidahnya yang lembut di batang serta kepala kontolku membuat aliran darah terus menjadi deras mengalir ke urat- urat kejantananku. Kontolku juga terus menjadi keras.


Lumayan lama Hesti menghirup kontolku, akhinya ku cabut lama- lama batang kontolku dari mulutnya serta kurebahkan badan Hesti ke bale- bale. Kudekatkan kepala kontolku yang telah basah oleh air liurnya ke arah liang Miss V Hesti. Kedua paha nya di renggangkan serta lututnya di tekuk. Liang Miss V itu sedikit merekah. Nampak bercorak merah muda serta berkilat basah oleh cairan yang membanjirinya. Lama- lama ku tempelkan kepala kontolku pas di pintu masuk liang vaginanya.


Ku majukan lama- lama pinggulku serta kepala kontolku juga meyeruak masuk berupaya menembus pertahanan Hesti. Terasa kecil. Hesti juga semacam nya menahan rasa sakit. Kala batang kontolku terbenam setengahnya di liang vaginanya. Kucoba memaju mundurkan batang kontolku lama- lama. Kesimpulannya dengan sedikit paksaan, batang kontoku terbenam seluruhnya dalam liang Miss V Hesti. Hesti menjerit tertahan merasakan badannya di masuki batang kontol yang lumayan besar.


“ aaacchhhhh….. iiissshhhhttt….. ooouuuuchhhh.”


Saking sempitnya, vaginanya nampak menggembung, sesak menampung batang kontolku.


Kudiamkan sesaat batang kontolku di dalam Miss V Hesti. Merasakan sensasi kedutan- kedutan halus otot vaginanya yang mencengkram erat segala batang kontolku. Sunggung sensasi yang tidak terkira.


Lama- lama ku maju mundurkan pinggulku lagi serta penisku nampak bergerak maju mundur di liang vaginanya. Batang itu nampak basah berkilat dilumuri cairan kewanitaan Hesti. Terus menjadi lama kupercepat gerakan pinggulku serta Hesti juga kian meracau serta merintih merasakan kenikmatan persetubuhan kami.


“ Aaacchhhhh……ooouuchhhh….. acchhhhh……sssttt……mmmaaa asss….”


Terus saja kuhujamkan batang kontolku ke Miss V Hesti. Posisiku separuh berlutut di topang kedua tanganku yang diposisikan mengapit kedua buah dada Hesti. Daging kenyal itu bergesekan dengan kulit lenganku mencipatan sensasi tertentu. Buah dada itu terus berguncang menjajaki irama sodokan pinggulku.


Serunya kegiatan kami di atas bale- bale menghasilkan suara berderit yang lumayan riuh di ruangan tersebut. Belum lagi suara napas kami yang memburu serta rintihan dan suara Hesti yang terus meracau, menghasilkan suara- suara di malam sepi itu.


Seketika Blackberry Hesti berdering, Hesti agak kaget. Lekas di raihnya Blackberry yang diletakan di dalam tas tidak jauh dari badannya. Nampak nama suaminya di layar BB. Hesti member kode dengan telunjuknya, memintaku supaya menyudahi sesaat menggenjot badannya.


“ iya mas…..” jawab Hesti.


“ Saya masih di jalur, ini lagi berteduh. Saya numpang sama temen naik motor,” Hesti juga berbohong pada suaminya


“ Iya sebentar lagi saya jalur,” tutupnya.


Begitu bunyi obrolan Hesti dengan suaminya di telepon.


Kala menerima telpon, saya tidak menghentikan genjotanku, saya cuma kurangi temponya, sehingga dia juga berdialog sedikit tertajah supaya tidak hingga merintih. Di cubitnya perutku, sembari merajuk.


“ Nyaris aja ketahuan,’ ucapnya lagi.


Tidak nampak perasaan bersalah di mukanya walaupun Miss V yang sepatutnya jadi hak suaminya tengah di masuki oleh kontol tetangganya. Nampak birahinya yang menggebu mengalahkan logika serta ide sehatnya. Lekas saya menggenjot kembali pinggulku denga tempo yang lebih kilat. Hesti kembali merintah serta tidak lama dia juga menjerit panjang sembari meremas lenganku dengan kerasnya. Di dasar situ terasa kedutan serta otot vaginanyamencengkram kian keras di barengi dengan punggungnya yang sedikit melengkung menahan ledakan kenikmatan yang dirasakannya. Hesti menggapai klimaksnya.


Melihatnya hadapi orgasme saya juga kian memesatkan tempo permainanku. Telah 40 menit saya menggempurnya dengan posisi misionaris. Tidak lama, pertahananku juga mulai jebol. Tempo sodokanku kian kilat lagi. Tubuhku mengejang serta pinggulku kudorong kokoh kokoh sehingga kantong zakarku membentur bibir vaginanya. Ujung penisku juga terasa memegang mulut rahimnya. Spermaku menyemprot dengan deras ke dalam liang vaginanya. Batang kontolku berdenyut dengan kerasnya.


Hesti merasakan sensasi kenikmatan yang tiada tara. Matanya terpejam, mulutnya separuh terbuka. Suara rintihan tertahan keluar dari mulutnya bersamaan sensasi aliran lava hangat yang mengalir ke dalam badannya. Tangannya seketika mencengkram tengkukku serta menarik wajahku mendekat padanya. Dilumatnya bibirku dengan liarnya. Digigit- gigit pula bibir bawahku serta lidahnya menyapu liar tiap sisi rongga mulutku. Terlihatlah sisi liar Hesti.


Sejak pengalamanku menyetubuhi Nanik tetanggaku yang berstatus istri orang, yang saya ceritakan disini, saya terus menjadi terobsesi buat mencari target tante kesepian lain buat memuaskan libidoku yang besar. Kali ini sasaranku pula istri tetanggaku ialah Hesti. Hesti seseorang bunda satu anak berumur 3 tahun. Umurnya kutaksir baru dekat 25 tahunan. Berbeda dengan Nanik yang terkategori type STNK( Separuh Tua Tetapi Kenyal), Hesti jauh lebih muda. Perihal ini nampak dari badannya yang ramping dengan kulit yang masih kencang.


Nikmati pula cerita tante kesepian bergambar yang lain semacam: Pijitan berbuah seks.


Cerita Tante Kesepian Terkini– Perawakan Hesti lumayan mungil dengan besar cuma 150 an centimeter dengan rambut ikal sepunggung. Tetapi terdapat peninggalan kepunyaan Hesti yang kerap membuatku menelan ludah bila melihatnya. Dengan badan semampai, Hesti mempunyai dimensi buah dada yang lumayan besar dengan wujud bundar sempurna. Perihal ini nampak jelas sebab dia kerap menggunakan kaus ketat di area rumahnya. Serta dia juga mempunyai wujud bokong yang sama bulatnya. Intinya, Hesti mempunyai body yang lumayan aduhai. Tampaknya dia lumayan pandai menjaga diri. Sangat beruntung lelaki yang sanggup meyetubuhinya.


Di area tempat tinggal kami, Hesti serta suaminya masih menumpang di rumah kedua orang tuanya. Hesti serta suaminya bersama bekerja. Bagi data yang saya miliki dari istriku, Hesti bekerja bagaikan staf administrasi di sesuatu industri di Kelapa Gading. Sebaliknya pekerjaan suaminya, saya tidak ketahui. Lagi pula mengapa saya cari data tentang suaminya? Hehehe. Hesti mempunyai 2 orang adik wanita yang tidak kalah cantiknya. Kiki yang berumur 22 tahun serta baru saja lulus kuliah serta Maya yang baru berumur 17 tahun, masih duduk di kelas 3 SMU. Dengan kedua adiknya ini saya juga nantinya mempunyai cerita tertentu yang hendak saya ceritakan di bagian yang terpisah.


Hubunganku dengan Hesti memanglah tidak sangat dekat, tetapi kami kerap silih menyapa apabila berpapasan di jalur. Serta anaknya juga kerap bermain dengan anakku. Dia type perempuan yang ramah serta supel. Buat berangkat bekerja Hesti memakai sepeda motor matic nya. Dia berangkat sendirian. Tampaknya tempat kerjanya serta suaminya, berbeda arah, sehingga mereka memakai sepeda motor tiap- tiap. Serta ini menyulitkan ku buat melaksanakan pendekatan padanya. Tidak dapat kulakukan lagi metode pendekatan yang sama dengan Nanik ialah beralasan berangkat bareng- bareng. Saya wajib putar otak buat dapat medekatinya.


“ Raih Keberuntunganmu dengan bermain Dominobet, permainan kartu online dengan memakai duit asli, terdiri game Capsa, Poker, Kiyu- kiyu, Sakong serta lain- lain. Miliki Jackpot sampai ratusan juta rupiah.”


Tetapi yang namanya rejeki kadangkala tiba seketika. Pagi itu saya lagi memanaskan mesin motorku serta bersiap buat berangkat kerja. Kala itu kulihat Hesti berjalan kaki ke ujung gang buat berangkat kerja. Koq, tumben gak membawa motor? Gumanku dalam hati.


Sebab hari itu hari Jumat, kulihat penampilan Hesti lumayan kasual. Dengan setelan celana jeans corak gelap serta blouse batik bagaikan atasan, tidak sanggup menyembunyikan wujud badannya yang aduhai. Wujud dadanya yang membusung kedepan serta bokongnya yang melenggak- lenggok kekanan ke kiri dengan indahnya.


Bergegas ku ambil helm dan jaket serta buru- buru pamit pada istriku buat berangkat kerja. Kuikuti Hesti dari kejauhan. Serta begitu hingga di ujung gang lekas kuhampiri ia.


“ Lho koq ga membawa motor mbak Hesti? Ingin kerja ya?”


“ Iya mas, kebetulan motorku lagi di pinjem adik buat interview.”


“ Oh begitu…..”


“ Mbak Hesti kerja di Kelapa Gading khan, Kebetulan saya lagi terdapat urusan ke Sunter serta melalui kelapa gading. Bareng aja ayo.” Ajakku


Sesungguhnya alasanku ke Sunter cuma akal- akalan ku saja supaya saya dapat terdapat alibi mendekatinya, kalo saya bilang ingin ke Kelapa Gading, nanti terbaca donk niatku sebetulnya. Hehehe


Hesti nampak ragu dengan ajakanku


“ Gak harus deh mas, saya naik angkot saja, lagi pula aku gak membawa helm.”


“ Udah gak apa apa Mbak, kalo pagi ini khan polisi belum terdapat. Masih pada tidur’” candaku.


Kesimpulannya dia luluh dengan ajakanku serta lekas naik ke atas motorku.


Motor ku berjenis motor sport sehingga posisi duduk pembonceng agak menunduk serta pasti saja ini membagikan khasiat bonus bagiku. Buat mengestimasi perihal tersebut Hesti menempatkan tasnya diantara posisi dudukku dengan duduknya. Tetapi senantiasa saja sesekali, benjolan buah dada nya memegang punggungku.


Kulajukan sepeda motorku dengan santai supaya saya memiliki waktu yang lumayan lama buat ngobrol dengannya. Percakapan kami ringan- ringan saja seputar pekerjaan serta kantornya.


Tidak lama kami juga datang di kantornya yang berbentuk komplek ruko yang terletak tidak jauh dari Mall Kelapa Gading.


Sehabis Hesti turun dari motorku, dia juga mengucapkan terima kasih


“ Terima kasih Mas Ardi atas tumpangannya.”


“ Iya bersama Hes.”


Sebab telah mulai akrab, saya juga tidak lagi memanggilnya Mbak. Itupun sebab Hesti yang memintanya.


“ Oya nanti kembali bareng ayo. Saya kembali dari Sunter sore hari, kalian kembali jam berapa?”


“ Saya kembali jam 5 sore sih mas, tetapi gak harus repot– repot, saya naik angkot aja, nanti merepotkan mas Ardi lagi.” Elaknya.


“ Enggak merepotkan koq Hes, daripada kalian naik angkot kemaleman sampe rumah.”


“ Nanti jam 5 saya tunggu di mari ya,” Desakku.


“ Ya udah deh mas, tetapi bener gak ngerepotin khan?” Tanyanya lagi.


“ Enggak koq tenang aja.”


“ Oya saya memohon pin BB donk supaya nanti mudah ngabarin kalo telah hingga.”


Ia kemudian mengatakan serangkain huruf serta angka Pin BB nya


“ Ya udah saya masuk dahulu ya mas.”


“ Ok Hes. Selamat bekerja ya.”


Hesti juga tersenyum manis padaku


Saya lekas melajukan motorku dengan kilat ke arah kantor ku di Sudirman, Telah tentu terlambat ini.


Tetapi ya sudahlah, tinggal nanti cari alibi mengapa terlambat sama sang boss.


Jam 4 sore, saya buru- buru mengarah mesin absen finger scan serta keluar dari kantor secepatnya. Lekas ku mengarah ke parkiran motor serta melaju ke Kelapa Gading buat menjemput Hesti, si perempuan idaman lain. hehehe


Jam 4. 40 saya juga datang di Kelapa Gading. Saya terencana menunggunya agak jauh dari kantornya supaya tidak memunculkan gossip dari rekan- rekan kerjanya. Lekas ku kirim pesan via BBM yang mengabarkan keberadaanku. Tidak lama BBM itu juga berbalas kalo dia lagi membereskan pekerjaannya serta bersiap kembali.


Tidak lama masuk lagi BBM darinya. Kali ini Hesti mengabarkan kalo dia wajib menjajaki meeting tiba- tiba dengan pimpinan sebab terdapat kekacauan sytem administrasi yang terjalin di bagiannya. Ia mempersilahkan saya buat kembali saja serta tidak harus menunggunya sebab ia tidak ketahui jam berapa meeting hendak berakhir. Tetapi saya meyakinkan ia kalo saya hendak senantiasa menunggu saja. Kasian pula kalo ia wajib kembali malam naik angkot. Sementara itu sih dalam hati sebab terdapat maunya. hehe


Saya juga kembali menunggu di dekat suatu kios rokok di pojokan tempat parkir komplek ruko tersebut. Buat menewaskan waktu, saya juga ngobrol dengan tukang parkir serta penjaga kios rokok tersebut.


Jam 19. 30, masuk BBM yang mengabarkan kalo Hesti telah menuntaskan meeting dengan pimpinannya serta sebentar lagi hendak keluar kantor. Saya juga berikan ketahui dimana posisiku. Tidak lama wujud Hesti nampak keluar di sertai 2 orang temannya. Sehabis berpisah dengan sahabatnya, Hesti kemudian berjalan menghampiriku di kios rokok.


“ ih mas Ardi telah dibilangin kembali saja, masih aja nungguin saya,” gerutunya tetapi sembari tersenyum.


“ Biarin, abis nya kasian ngeliat kalian cantik- cantik malam- malam naik angkot.” Ujarku sembari memujinya.


Hesti sedikit tersepu mendengar pujianku


“ Ih mas Ardi dapat aja, cantikan pula mbak Santi,” dia menyebut nama istriku.


Saya cuma tertawa saja menanggapinya.


“ Ya telah kembali ayo,” ajakku padanya.


Lekas kupakai jaket dan helmku serta menyalakan mesin motor, Hesti juga lekas menaiki jok motor. Akupun mulai melajukan motorku ke arah tempat tinggal kami.


Kursakan hawa malam itu begitu dingin serta hawa terasa lembab, isyarat hendak turun hujan. Serta benar saja, kala saya melaju di jalur Pegangsaan 2, tanpa pemberitahuan terlebih dulu, hujan turun dengan derasnya, secara seketika. Saya juga lekas berupaya mencari tempat berteduh. Tidak lama saya juga menciptakan suatu warung yang telah tutup dengan teras yang lumayan buat kami berteduh. Warung itu posisinya lumayan tersembunyi serta tidak terdapat penerangan di terasnya. Penerangan cuma dari kendaraan yang melalui serta sedikit sinar dari lampu merkuri pencerah jalur.


Saya serta Hesti separuh berlari menjauhi hujan mengarah teras warung tersebut, lagi motorku kubiarkan di dasar guyuran hujan. Sebab terlambat mencari tempat berteduh, kulihat baju Hesti telah lumayan basah terserang guyuran Hujan. Lagi saya, sebab menggunakan Jaket kulit, cuma celana ku saja yang basah.


Lekas kulepaskan jaket yang kukenakan, serta kukibaskan supaya air yang melekat di bagian luarnya mengering. Kusampirkan jaketku di pundak Hesti yang kulihat mulai menggigil kedinginan. Tangannya menyilang di depan dadanya. Kurapatkan jaketku supaya dia dapat merasa lebih hangat. Dia memandang ke arahku serta megucapkan terima kasih dengan bibir yang sedikit gemetar menahan dinginnya temperatur hawa malam itu.


Ku perhatikan kondisi warung tersebut. Warung semi permanen itu dibentuk dengan separuh tembok, setengahnya lagi kayu. Lantainya dibuat dari adonan semen serta pasir saja yang tidak di beri ubin. Kulihat kondisinya mulai sedikit berdebu, tampaknya warung ini telah lumayan lama tutup, bisa jadi sebab bangkrut. Memanglah kulihat di dekat warung tersebut suasananya lumayan hening, di sebelah kirinya ada lahan yang lumayan luas yang tampaknya merupakan garasi truk- truk ekspedisi yang malam itu nampak kosong. Di sebelah kanannya merupakan lahan kosong yang ditumbuhi ilalang lumayan besar.


Lumayan lama kami berteduh di teras warung tersebut, hujan turun terus menjadi deras diiringi kilat serta petir. Hesti kerap terpekik kala kilat menampakkan cahayanya di langit diiringi suara petir yang menggelegar. Posisi berdirinya didekatkannya padaku. Saya juga berinisiatif separuh memeluknya dari balik. Awal mulanya saya cuma memegang pinggangnya namun lama kelamaan saya juga melingkarkan tanganku di depan perutnya. Entah sebab terbawa atmosfer ataupun kedinginan, Hesti mendiamkan saja perbuatanku itu. Kepala serta punggungnya malah di sandarkan ke dadaku. Saya terus memeluknya dari balik sembari memandang ke arah jalur raya di mana kemudian lintasnya terus menjadi hening. Telah satu jam kami berteduh di tempat tersebut. Tidak terdapat satupun dari kami yang besuara, padat jadwal dengan benak tiap- tiap.


Sembari memeluknya dari balik, saya mencium wangi harum rambutnya yag tergerai basah. Sebab posisi kami yang berhimpitan, ingin tidak ingin batang kemaluanku melekat di bongkahan pantatnya yang lumayan kenyal. Serta sesekali bergesekan. Lama kelamaan hasrat kelelakian ku juga bangkit. Kejantananku sedikit demi sedikit membeku di balik celana jeansku. Hesti tampaknya menyadari pergantian biologis di tubuhku itu namun dia cuma melirikku sekilas sembari tersenyum. Merasa menemukan lampu hijau saya mulai berani buat berbuat lebih. Lekas kususupkan tanganku ke balik blus batiknya serta mengusap usap dengan halus bilik perutnya. Kurasakan otot- oto perut yang lumayan liat dengan kulit yang halus. Bener- benar aduhai bodi sang hesti batinku. Hesti sedikit mengelinjang kala telapak tanganku memegang kulit perutnya.


Sebab malam kian dingin serta hasrat kelelakianku terus bergejolak, ku beranikan diri tanganku main lebih ke atas. Dengan kilat kususupkan ke balik bra yang dikenakannya. Hesti lumayan kaget dengan apa yang kulakukan serta berupaya berontak serta menepis kedua tanganku, namun dengan tidak kalah cekatan, saya memeluknya lebih keras dari balik serta kedua telapak tanganku mencengkram dengan lumayan kokoh payudaranya. Kurasakan buah dada itu mempunyai daging yang begitu kenyal serta terasa benjolan puting susu yang kian membeku. Lekas saja saya mengusap usap puting serta buah dada Hesti dengan telapak tanganku. Kesimpulannya pertahanan Hesti juga melemah, nafasnya mulai tersengal- sengal. Kuciumi leher jenjangnya serta dia juga menggelinjang sembari merintih tertahan


“ aaahhhh….”


Sebab badan Hesti yang menggelinjang, tubuhku juga sedikit terdorong ke balik serta tersandar pada pintu warung. Seketika kunci pada pintu warung itu terlepas di karenakan dudukan kayu tempat kait kunci gembok pengunci warung tersebut telah lapuk termakan rayap. Pintu warung itu juga terdorong sedikit terbuka.


Saya lekas menghentikan kegiatanku serta lekas menarik kedua tanganku dari balik bajunya. Lekas kuambil senter kecil yang senantiasa kubawa dari kantong jaketku. Kudorong pintu warung itu supaya terbuka lebih lebar, serta lekas kusinari seisi ruangan itu dengan sinar senterku. Ruangan di dalam warung itu berdimensi 3 x 3 m. Di dalamnya telah kosong cuma terdapat suatu lemari kaca yang telah usang, bisa jadi sisa tempat meletakan benda dagangan. Suatu bangku kayu semacam bangku yang biasa kita temui di sekolah dasar serta di pojokan terdapat suatu bale/ dipan yang dibuat dari potongan- potongan bilah bambu berdimensi 1, 5 x 2 meter.


Ruangan itu sedikit berdebu serta di langit- langit kutemukan fiting lampu yang berisi bohlam kecil berdaya 5 watt serta saklar model tarik. Ku tarik saklar tersebut serta nyatanya lampu itu masih menyala, entah menemukan pasokan listrik dari mana, bisa jadi terdapat sambungan dari garasi truk di sebelahnya.


Ruangan itu jadi lebih cerah walaupun cahayanya masih temaram. Temperatur dalam ruangan tersebut lebih hangat di banding di luar. Lekas saja Hesti kuajak masuk ke bagian dalam warung. Hesti agak ragu, namun kutarik lengannya supaya dia lekas masuk. Jauh lebih baik serta hangat di dalam di banding di luar.


Hesti meniup sedikit debu yang melekat pada bale- bale serta dia juga duduk di sisi bale tersebut. Saya lekas menutup pintu warung dari dalam supaya ruangan jadi lebih hangat, serta saya juga duduk disamping Hesti, lama kami terdiam sembari menelisik dengan seksama kondisi ruangan tersebut.


Kesimpulannya saya teringat hendak game kami yang terputus di luar tadi. Hesti kemudian membuka jaket yang di sampirkan di bahunya serta meletakkan di sandaran sofa kayu. Saya lekas menggeser tubuhku serta memposisikan tubuhku berhadapan dengan Hesti. Hesti nampak menawan di dasar sinar temaram lampu 5 watt, rambutnya sedikit acak- acakan serta basah.


Lekas saja kuraih tengkuk Hesti dengan tangan kananku serta mendekatkan mukanya ke padaku. Lekas kulumat bibir Hesti yang sudah merekah. Sedangkan tangan kiriku melingkar di pinggangnya. Lumayan lama kami berpagutan dengan posisi duduk silih berhadapan.


Saya juga mulai merebahkan badan Hesti ke bale- bale sembari mulut kami senantiasa berpagutan. Kugeser badannya agak ketengah serta dia juga mengangkut kakinya naik ke atas bale- bale. Telah tidak kupedulikan lagi debu tipis yang melekat di bale tersebut. Hasrat kami jauh lebih menggebu di banding debu.


Sembari terus mengulum bibirnya, lidahku dengan liar mengeksplore rongga mulut Hesti. Ku susupkan kembali tanganku ke balik blouse nya serta berupaya mencapai payudaranya. Kumainkan lagi puting susu itu dengan telapak tanganku walapun blouse serta bra masih melekat di badannya. Tetapi lama kelamaan posisi itu tidak membuatku aman. Kuhentikan pagutan bibirku serta lekas kutarik ke atas blouse batiknya. Hesti mengangkut tangannya ke atas serta mengangkut sedikit kepalanya. Blouse itu juga lolos dari badannya. Sehabis blouse nya terlepas, lekas kuraih kait bara di punggung Hesti. Dia sedikit melengkungkan punggungnya supaya tanganku gampang mencapai serta melepas kait bra yang dikenakannya. Bra itu juga kesimpulannya terlepas. Saat ini nampak di hadapanku badan Hesti yang separuh telanjang dengan wujud buah dada yang bundar sempurna serta puting susu yang tidak sangat besar bercorak coklat muda mendekati merah muda. Sesaat saya terpana dengan keelokan badan Hesti.


Hesti siuman saya mencermati badannya lekat- lekat, dia juga mendekapkan tangannya menutupi payudaranya. Saya lekas manarik tangan Hesti ke atas serta menahannya dengan tanganku. Buah dada itu kembali mencuat dengan puting susu yang kayaknya menantang buat di hirup. Lekas saja ku dekatkan wajahku ke payudaranya serta ku hirup puting susu buah dada sebelah kirinya. Hesti melenguh serta punggungnya melengkung merasakan nikmat dari rangsangan yang kuberikan. Tanganku senantiasa menahan tangan Hesti di atas. Mulutku terus menghirup puting susu serta memainkan nya dengan lidahku bergantian di kedua payudaranya. Hesti menggelinjang kian hebat, kepalanya tergolek ke kanan ke kiri dengan mulut yang terus meracau menahan nikmat.


“ Aahhh….. ouuhhh…. issshhhh….”


Lumayan lama saya memainkan kedua payudaranya. Sehabis puas saya juga mulai membuka kancing serta retsleting celana jeans Hesti kemudian meloloskannya melewati kedua tungkai kakinya. Celana dalam gelap berenda yang dikenakannya kulepas pula. Di hadapanku saat ini nampak gundukan daging yang ditumbuhi bulu halus yang tersusun apik. Nampak garis yang membentuk belahan memeknya bercorak kemerahan. Liang Miss V itu nampak kecil, nyaris tidak yakin jika Hesti telah sempat melahirkan.


Dengan separuh berlutut di hadapannya, Kurenggangkan kedua pahanya serta kudekatkan wajahku ke liang vaginanya. Lekas saja ku sapukan dengan lembut lidahku ke liang vaginanya. Hesti kembali menjerit serta punggungya kembali melengkung. Ku mainkan lidahku terus menembus liang Miss V. Miss V itu betul- betul rapat serta wangi. Terus saja kusapukan lidakhku menerobos lobang kenikmatannya serta sesekali memegang klitorisnya. Hesti terus merintih serta menggelinjang. Liang itu betul- betul basah oleh cairan kewanitaannya. Kurasakan kedutan halus otot- otot vaginanya di lidahku.


Sehabis lumayan lama saya juga bangkit. Sembari senantiasa berlutut di atas bale saya membebaskan segala baju serta celana yang ku kenakan tercantum celana dalam ku. Kontolku langsung melejit keluar, tegak mengacung dengan urat- urat yang nampak menonjol. Hesti sedikit kaget memandang dimensi kontolku. Dia juga bangkit. Sembari duduk bersimpuh di hadapanku, dia mulai memegang serta membelai kantung zakar serta batang penisku. Lama- lama di kulumnya batang kontolku. Batang kontol yang lumayan besar serta panjang nampak tidak mampu dikulum seluruhnya oleh bibir mungil Hesti. Namun saya lumayan puas sebab hisapan serta sapuan lidahnya yang lembut di batang serta kepala kontolku membuat aliran darah terus menjadi deras mengalir ke urat- urat kejantananku. Kontolku juga terus menjadi keras.


Lumayan lama Hesti menghirup kontolku, akhinya ku cabut lama- lama batang kontolku dari mulutnya serta kurebahkan badan Hesti ke bale- bale. Kudekatkan kepala kontolku yang telah basah oleh air liurnya ke arah liang Miss V Hesti. Kedua paha nya di renggangkan serta lututnya di tekuk. Liang Miss V itu sedikit merekah. Nampak bercorak merah muda serta berkilat basah oleh cairan yang membanjirinya. Lama- lama ku tempelkan kepala kontolku pas di pintu masuk liang vaginanya.


Ku majukan lama- lama pinggulku serta kepala kontolku juga meyeruak masuk berupaya menembus pertahanan Hesti. Terasa kecil. Hesti juga semacam nya menahan rasa sakit. Kala batang kontolku terbenam setengahnya di liang vaginanya. Kucoba memaju mundurkan batang kontolku lama- lama. Kesimpulannya dengan sedikit paksaan, batang kontoku terbenam seluruhnya dalam liang Miss V Hesti. Hesti menjerit tertahan merasakan badannya di masuki batang kontol yang lumayan besar.


“ aaacchhhhh….. iiissshhhhttt….. ooouuuuchhhh.”


Saking sempitnya, vaginanya nampak menggembung, sesak menampung batang kontolku.


Kudiamkan sesaat batang kontolku di dalam Miss V Hesti. Merasakan sensasi kedutan- kedutan halus otot vaginanya yang mencengkram erat segala batang kontolku. Sunggung sensasi yang tidak terkira.


Lama- lama ku maju mundurkan pinggulku lagi serta penisku nampak bergerak maju mundur di liang vaginanya. Batang itu nampak basah berkilat dilumuri cairan kewanitaan Hesti. Terus menjadi lama kupercepat gerakan pinggulku serta Hesti juga kian meracau serta merintih merasakan kenikmatan persetubuhan kami.


“ Aaacchhhhh……ooouuchhhh….. acchhhhh……sssttt……mmmaaa asss….”


Terus saja kuhujamkan batang kontolku ke Miss V Hesti. Posisiku separuh berlutut di topang kedua tanganku yang diposisikan mengapit kedua buah dada Hesti. Daging kenyal itu bergesekan dengan kulit lenganku mencipatan sensasi tertentu. Buah dada itu terus berguncang menjajaki irama sodokan pinggulku.


Serunya kegiatan kami di atas bale- bale menghasilkan suara berderit yang lumayan riuh di ruangan tersebut. Belum lagi suara napas kami yang memburu serta rintihan dan suara Hesti yang terus meracau, menghasilkan suara- suara di malam sepi itu.


Seketika Blackberry Hesti berdering, Hesti agak kaget. Lekas di raihnya Blackberry yang diletakan di dalam tas tidak jauh dari badannya. Nampak nama suaminya di layar BB. Hesti member kode dengan telunjuknya, memintaku supaya menyudahi sesaat menggenjot badannya.


“ iya mas…..” jawab Hesti.


“ Saya masih di jalur, ini lagi berteduh. Saya numpang sama temen naik motor,” Hesti juga berbohong pada suaminya


“ Iya sebentar lagi saya jalur,” tutupnya.


Begitu bunyi obrolan Hesti dengan suaminya di telepon.


Kala menerima telpon, saya tidak menghentikan genjotanku, saya cuma kurangi temponya, sehingga dia juga berdialog sedikit tertajah supaya tidak hingga merintih. Di cubitnya perutku, sembari merajuk.


“ Nyaris aja ketahuan,’ ucapnya lagi.


Tidak nampak perasaan bersalah di mukanya walaupun Miss V yang sepatutnya jadi hak suaminya tengah di masuki oleh kontol tetangganya. Nampak birahinya yang menggebu mengalahkan logika serta ide sehatnya. Lekas saya menggenjot kembali pinggulku denga tempo yang lebih kilat. Hesti kembali merintah serta tidak lama dia juga menjerit panjang sembari meremas lenganku dengan kerasnya. Di dasar situ terasa kedutan serta otot vaginanyamencengkram kian keras di barengi dengan punggungnya yang sedikit melengkung menahan ledakan kenikmatan yang dirasakannya. Hesti menggapai klimaksnya.


Melihatnya hadapi orgasme saya juga kian memesatkan tempo permainanku. Telah 40 menit saya menggempurnya dengan posisi misionaris. Tidak lama, pertahananku juga mulai jebol. Tempo sodokanku kian kilat lagi. Tubuhku mengejang serta pinggulku kudorong kokoh kokoh sehingga kantong zakarku membentur bibir vaginanya. Ujung penisku juga terasa memegang mulut rahimnya. Spermaku menyemprot dengan deras ke dalam liang vaginanya. Batang kontolku berdenyut dengan kerasnya.


Hesti merasakan sensasi kenikmatan yang tiada tara. Matanya terpejam, mulutnya separuh terbuka. Suara rintihan tertahan keluar dari mulutnya bersamaan sensasi aliran lava hangat yang mengalir ke dalam badannya. Tangannya seketika mencengkram tengkukku serta menarik wajahku mendekat padanya. Dilumatnya bibirku dengan liarnya. Digigit- gigit pula bibir bawahku serta lidahnya menyapu liar tiap sisi rongga mulutku. Terlihatlah sisi liar Hesti. 



Posting Komentar

0 Komentar