Ticker

6/recent/ticker-posts

Main Dengan Janda Yang Butuh Sex




INDO SEX ASIA  -  Saya memandang jam di tanganku. Masih lama warnanya. Kira- kira separuh jam lagi waktu kuliah habis. Siang tadi kakak iparku nelepon, memintaku tiba ke rumahnya sehabis kuliah. Saya bingung, sebab umumnya cuma abangku saja yang menelponku, menanyakan suatu ataupun memintaku buat melindungi rumahnya bila ia terdapat urusan keluar kota.


Rintik- rintik hujan mulai turun terus menjadi rimbun. Mbak Lina yang bekerja di rumah abangku ini bergegas ke taman balik buat mengambil jemuran. Setelah itu,“ Den Mad!”, teriaknya keras dari balik rumah. Saya berlari mengarah arah suaranya serta memandang Mbak Lina terduduk di tepi jemuran. Kain jemuran berantakan di sekitarnya.


“Raih Keberuntunganmu dengan bermain 633DOMINO, games kartu online dengan menggunakan uang asli, terdiri permainan Capsa, Poker, Kiyu-kiyu, Sakong dan lain-lain. Dapatkan Jackpot hingga ratusan juta rupiah.”


“ Den Mad, tolong Mbak Lina bawakan kain ini masuk”, pintanya sembari menggerenyotkan bibir bisa jadi menahan sakit.


“ Mbak tadi tergelincir”, sambungnya.


Saya cuma mengangguk sembari mengambil kain yang berantakan kemudian sebelah tanganku coba menolong Mbak Lina berdiri.


“ Sebentar Mbak. Aku membawa masuk dahulu kain ini”, kataku sambil membantunya memegang kain yang terletak di tangan Mbak Lina.


Saya bergegas masuk ke dalam rumah. Kain jemuran kuletakkan di atas kasur, di kamar Mbak Lina. Kala saya mendatangi Mbak Lina lagi, ia telah setengah berdiri serta berupaya berjalan terhuyung- huyung. Hujan terus menjadi rimbun seolah dicurahkan seluruhnya dari langit.





Saya menuntun Mbak Lina masuk ke kamarnya serta mendudukkan di sofa. Dadaku berdetak kencang kala tanganku tersentuh buah dada Mbak Lina. Terasa kenyal sehingga membuat darah mudaku tersirap naik. Kuakui walaupun dalam usia dini 30- an ini Mbak Lina tidak kalah menariknya bila dibanding dengan kakak iparku yang berumur 25 tahun. Kulitnya kuning langsat dengan potongan tubuhnya yang masih menarik atensi lelaki. Tidak heran, sempat Mbak Lina kepergok oleh abangku bermesraan dengan pria lain.


“ Tolong ambilkan Mbak handuk”, pinta Mbak Lina kala saya masih termangu- mangu.


Saya mengarah ke lemari baju kemudian menghasilkan handuk serta kuberikan kepadanya.


“ Terima kasih Den Mad”, katanya serta saya hanya mengangguk- angguk saja.


Kasihan Mbak Lina, ia merupakan perempuan yang sangat lemah lembut. Suaranya halus serta lembut. Bibirnya tetap terukir senyum, meski ia tidak tersenyum. Giat serta tidak sempat sombong ataupun membantah. Dianggapnya rumah abangku semacam rumah keluarganya sendiri. Tidak sempat terdapat yang menyuruhnya sebab ia ketahui tanggung jawabnya.


Kadang- kadang aku memberinya sedikit duit, apabila aku tiba ke situ. Bukan sebab apa, karena ia memiliki watak yang dapat membuat orang sayang kepadanya. Abangku tidak sempat memarahinya. Gajinya tiap bulan ditaruh di bank. Pakaiannya dibelikan oleh kakak iparku nyaris tiap bulan. Memanglah ia menawan, serta tidak ketahui apa sebabnya sampai suaminya menceraikannya. Kabarnya ia benci sebab suaminya main serong. Nyaris 6 tahun lebih ia menjanda sehabis menikah cuma 3 bulan. Saat ini ia baru berumur 33 tahun, masih muda.


Jika permasalahan kecantikan, memanglah kulitnya putih. Ia generasi Tiongkok. Rambutnya mengurai lurus sampai ke pinggang. Dibanding dengan kakak iparku, tiap- tiap terdapat kelebihannya. Kelebihan Mbak Lina yakni perilakunya kepada seluruh orang. Budi bahasanya halus serta sopan.


Mbak Lina berdiri kemudian berupaya berjalan mengarah ke kamar mandi. Memandang keadaannya masih terhuyung- huyung, dengan kilat kupegang tangannya buat menolong. Sebelah tanganku memegang pinggang Mbak Lina. Kutuntun mengarah ke pintu kamar mandi. Terasa sayang buat kulepaskan peganganku, sebelah lagi tanganku menempel di pinggangnya.


Mbak Lina menghadap ke diriku dikala kutatap mukanya. Mata kami silih bertatapan. Kulihat Mbak Lina kayaknya bahagia serta menggemari apa yang kulakukan. Tanganku jadi lebih berani mengusap- usap lengannya kemudian ke dadanya. Kuusap dadanya yang kenyal mengencang dengan puting yang mulai membeku. Kudekatkan mulutku buat mencium pipinya. Ia berpaling menyamping, kemudian kutarik lagi pipinya. Mulut kami juga berjumpa. Saya mencium bibirnya. Inilah awal kalinya saya melaksanakannya kepada seseorang perempuan.


Erangan halus keluar dari mulut Mbak Lina. Kala kedua tanganku meremas punggungnya serta lidahku mulai menjalari leher Mbak Lina. Ini seluruh akibat film BF dari CD- Rom yang kerap kutonton dari rumah sahabat.


Mbak Lina bersandar ke bilik, namun tidak meronta. Sedangkan tanganku menyusup masuk ke dalam bajunya, mulut serta lidahnya kukecup. Kuhisap serta kugelitik langit- langit mulutnya. Kancing BH- nya kulepaskan. Tanganku bergerak leluasa mengusap buah dadanya. Putingnya kupegang dengan lembut. Kami bersama hanyut dibuai kenikmatan meski kami masih berdiri bersandar di bilik.


Kami terangsang tidak karuan. Napas kami terus menjadi memburu. Saya merasa badan Mbak Lina menyandar ke dadaku. Ia kayaknya pasrah. Pakaian daster Mbak Lina kubuka. Di dalam sinar remang serta hujan rimbun itu, kutatap mukanya. Matanya terpejam. Daging kenyal yang sepanjang ini terbungkus apik menghiasi dadanya kuremas lambat- laun.


Bibirku mengecup puting buah dadanya secara lama- lama. Kuhisap puting yang membeku itu sampai memerah. Mbak Lina terus menjadi risau serta nafasnya telah tidak tertib lagi. Tangannya liar menarik- narik rambutku, sebaliknya saya tenggelam di celah buah dadanya yang membusung. Mulutnya mendesah- desah,“ Ssshh…, sshh!”.


Puting payudaranya yang merekah itu kujilat berulangkali sembari kugigit lambat- laun. Kulepaskan jalinan kain di pinggangnya. Lidahku saat ini bermain di pusar Mbak Lina, sembari tanganku mulai mengusap- usap pahanya. Kala kulepaskan jalinan kainnya, tangan Mbak Lina terus menjadi kokoh menarik rambutku.


“ Den Maddd…, Den Mad”, suara Mbak Lina memanggilku lama- lama. Saya terus melaksanakan usapanku. Nafasnya terengah- engah kala celana dalamnya kutarik ke dasar. Tanganku mulai memegang wilayah kemaluannya. Rambut halus di dekat kemaluannya kuusap- usap lama- lama.


Kala lidahku baru memegang kemaluannya, Mbak Lina menarikku berdiri. Pemikiran matanya nampak sayu bagai melaporkan suatu. Pemikirannya diperuntukan ke tempat tidurnya. Saya lekas paham iktikad Mbak Lina seraya menuntun Mbak Lina mengarah tempat tidur. Bau kemaluannya memicu sekali. Dengan satu bau khas yang sukar dikisahkan.


“ Den Maddd…”, bisiknya lama- lama di telingaku. Saya terdiam sembari menjajaki apa yang kuinginkan. Mbak Lina kayaknya membiarkan saja. Kami betul- betul tenggelam. Mbak Lina saat ini kutelanjangkan.


Badannya tiduran telentang sembari kakinya memegang lantai. Segala badannya lumayan menggiurkan. Wajahnya berpaling ke sebelah kiri. Matanya terpejam. Tangannya mendekap kain sprei. Buah dadanya membusung semacam memohon dijamah.


Puting susunya nampak berair sebab liur hisapanku tadi. Perutnya lembut serta pusarnya lumayan indah. Kulihat tidak terdapat lipatan serta lemak semacam perut perempuan yang sudah melahirkan. Memanglah Mbak Lina tidak mempunyai anak sebab ia berpisah sehabis menikah 3 bulan. Kakinya merapat. Sebab itu saya tidak bisa memandang segala kemaluannya. Hanya sekumpulan rambut yang rimbun halus menghiasi bagian dasar.


Setelah itu, tanganku terus membuka kancing bajuku satu- persatu. ritsluiting jeans- ku kuturunkan. Saya telanjang bundar di hadapan Mbak Lina. Penisku berdiri tegang memandang kecantikan wujud badan Mbak Lina. Buah dada yang membusung dihiasi puting kecil serta wilayah di bulatan putingnya kemerah- merahan. Indah sekali kupandang di celah pahanya. Mbak Lina telentang kaku. Tidak bergerak. Hanya nafasnya saja turun naik.


Kemudian akupun duduk di pinggir kasur sembari mendekap badan Mbak Lina. Sangat lembut badan mungil Mbak Lina. Kupeluk dengan gemas sembari kulumat mesra bibir ranumnya. Tanganku meraba segala badannya. Sembari memegang puting susunya, kuremas- remas buah dada yang kenyal itu. Kuusap- usap serta kuremas- remas. Nafsuku terangsang terus menjadi hebat. Penisku memegang pinggang Mbak Lina. Kudekatkan penisku ke tangan Mbak Lina. Digenggamnya penisku erat- erat kemudian diusap- usapnya.


Memanglah Mbak Lina ketahui apa yang wajib dicoba. Maklumlah ia sempat menikah. Dibanding denganku, saya hanya ketahui teori dengan memandang film BF, itu saja. Tanganku terus mengusap perutnya sampai ke celah selangkangannya. Terasa berdahak basah di kemaluannya.


Saya bergeser dengan posisi 69. Warnanya Mbak Lina paham keinginanku. Kemudian dipegangnya penisku yang telah tegang serta dimasukkannya ke dalam mulutnya. Mataku terpejam- pejam kala lidah Mbak Lina melumat kepala penisku dengan lembut. Penisku dikulum hingga ke pangkalnya. Sukar buat dibayangkan betapa nikmatnya diriku. Bibir Mbak Lina terasa menarik- narik batang penisku. Tidak tahan diperlakukan begitu saya kemudian mengerang menahan nikmat.


Kubuka lebar- lebar paha Mbak Lina sembari mencari liang vaginanya. Kusibakkan vaginanya yang sudah basah itu. Kujulurkan lidahku sembari memegang clitorisnya. Mbak Lina mendesah. Kujilat- jilat dengan lidahku. Kulumat dengan mulutku. Liang kemaluan Mbak Lina terus menjadi memerah. Bau kemaluannya terus menjadi kokoh. Saya jadi terus menjadi terangsang. Mendadak kulihat air bercorak putih keluar dari lubang vaginanya. Pasti Mbak Lina telah lumayan terangsang, pikirku.


Saya kembali pada posisi semula. Badan kami berhadapan. Tangannya menarik tubuhku buat rebah bersama. Buah dadanya tertindih oleh dadaku. Mbak Lina membetulkan letaknya kala tanganku berupaya mengusap- usap pangkal pahanya. Kedua Kaki Mbak Lina mulai membuka sedikit kala jariku memegang kemaluannya. Lidahku mulai turun ke dadanya. Putingnya kuhisap sedikit agresif. Punggung Mbak Lina terangkat- angkat kala lidahku mengitari perutnya.


Kesimpulannya jilatanku hingga ke celah pahanya. Mbak Lina terus menjadi membuka pahanya kala saya menjilat clitorisnya, kulihat Mbak Lina telah tidak bergerak lagi. Kakinya kadang- kadang menjepit kepalaku sebaliknya lidahku padat jadwal mencari tempat- tempat yang dapat mendatangkan kenikmatan menurutnya.


Erangan Mbak Lina terus menjadi kokoh serta nafasnya juga yang terus mendesah. Rambutku di tarik- tariknya dengan mata terpejam menahan kenikmatan.


Saya bertanya,“ Gimana Mbak rasanya?”, suaraku lembut serta sedikit manja. Ia tidak menanggapi. Ia cuma membuka matanya sedikit sembari menarik nafas panjang. Saya paham. Itu bertanda ia sepakat. Tanpa disuruh, saya memusatkan penisku ke arah lubang vaginanya yang saat ini sudah terbuka lebar. Lendir serta liurku sudah banjir di gerbang vaginanya.


Kugesek- gesekan kepala penisku di cairan yang membanjir itu. Lambat- laun kutekan ke dalam. Tekanan penisku memanglah agak sedikit sulit. Terasa kecil. Kulihat Mbak Lina menggelinjang semacam kesakitan.


“ Pelan- pelan Den Madd!”, Mbak Lina berdialog dengan napas sesak. Saya saat ini paham. Kemaluan Mbak Lina telah kecil lagi sehabis 6 tahun tidak disetubuhi, meski ia telah tidak perawan lagi. Memanglah saya belum berpengalaman sebab ini ialah awal kalinya saya menyetubuhi seseorang perempuan walaupun umurku telah matang.


Kutekan lagi. Kumasukkan penisku lambat- laun. Kutekan punggungku ke depan. sangat hati- hati. Terasa memanglah kecil. Kemudian Mbak Lina memegang lenganku erat- erat. Mulutnya meringis semacam orang lagi menggigit tulang. Cuma sebagian penisku yang masuk. Kubiarkan sebentar penisku menyudahi, terdiam. Mbak Lina pula terdiam. Tenang.


Sedangkan itu, kupeluk badan Mbak Lina dengan gemas sembari memainkan buah dadanya, menjilat, mengusap serta menggigit- gigit lembut. Mulutnya kukecup sembari lidahnya kumainkan. Kami memanglah telah sangat bernafsu serta terangsang.


Kemudian setelah itu saya bertanya dengan suara lembut,“ Ingin diteruskan…?”. Mbak Lina membuka matanya. Di bibirnya nampak senyum manis yang menggairahkan.


Kutekan penisku ke dalam. Setelah itu kutarik ke balik lambat- laun. Kuhentakkan lambat- laun. Memanglah kecil kemaluan Mbak Lina, mencengkram segala batang penisku. Penisku terasa semacam tersedot di dalam Miss V Mbak Lina. Kami kian terangsang!


Penisku mulai merambah kemaluan Mbak Lina lebih mudah. Terasa hangatnya sangat menggairahkan. Mata Mbak Lina terbuka menatapku dengan pemikiran yang sayu kala penisku mulai kukeluar- masukkan. Bibirnya dicibirkan rapat- rapat semacam tidak tabah menunggu tindakanku berikutnya.


Sedikit demi sedikit penisku masuk hingga ke pangkalnya. Mbak Lina mendesah serta mengerang bersamaan dengan keluar- masuknya penisku di kemaluannya. Kadang- kadang punggung Mbak Lina terangkat- angkat menyongsong penisku yang telah menempel di kemaluannya.


Berpuluh- puluh kali kumaju- mundurkan penisku bersamaan dengan napas kami yang tidak tertib lagi. Sesuatu kala saya merasakan tubuh Mbak Lina mengejang dengan mata yang tertutup rapat. Tangannya memeluk erat- erat pinggangku. Punggungnya terangkat besar serta satu keluhan berat keluar dari mulutnya secara pelan. Denyutan di kemaluannya terasa kokoh seolah melumatkan penisku yang tertanam di dalamnya.





Goyanganku terus menjadi kokoh. Kasur Mbak Lina bergoyang menghasilkan bunyi berdecit- decit. Leher Mbak Lina kurengkuh erat sembari badanku rapat menindih tubuhnya. Kala itu seolah- olah saya merasakan terdapat denyutan yang menunjukkan air maniku hendak keluar.


Denyutan yang terus menjadi keras membuat penisku terus menjadi mengencang keras. Mbak Lina mengimbanginya dengan menggoyangkan pinggulnya. Goyanganku terus menjadi kencang.


Kemaluan Mbak Lina terus menjadi keras menjepit penisku. Kurangkul badannya kuat- kuat. Ia diam saja. Bersandar pada tubuhku, Mbak Lina lunglai semacam tidak bertenaga.


Kugoyang terus sampai badan Mbak Lina semacam terguncang- guncang. Ia membiarkan saja perlakuanku itu. Nafasnya terus menjadi kencang. Dalam kondisi sangat menggairahkan, kesimpulannya saya hingga ke puncak. Air maniku muncrat ke dalam kemaluan Mbak Lina. Bergetar badanku dikala maniku muncrat.


Mbak Lina mengait pahaku dengan kakinya. Matanya terbuka lebar memandangku. Wajahnya sungguh- sungguh. Bibir serta giginya dicibirkan. Nafasnya terengah- engah. Ia mengerang agak kokoh.


Waktu saya memuntahkan lahar maniku, tusukanku dengan kokoh menghunjam masuk ke dalam. Kulihat Mbak Lina menggelepar- gelepar. Dadanya terangkat serta kepalanya mendongak ke balik.


Saya kurang ingat segala- galanya. Buat sebagian dikala kami merasakan kenikmatan itu. Sebagian tusukan tadi memanglah membuat kami hingga ke puncak bersama- sama. Memanglah hebat. Sangat puas.


Memanglah inilah awal kalinya saya melaksanakan senggama. Mbak Lina lah perempuan awal yang memperoleh air perjakaku. Meski ia seseorang janda, bagiku ia merupakan perempuan yang sangat menawan. Waktu kami melaksanakan senggama tadi, kami berkhayal entah kemana.


Mbak Lina memanglah hebat dalam permainannya. Selaku seseorang yang tidak sempat merasakan kenikmatan persetubuhan, bagiku Mbak Lina betul- betul memberiku surga dunia. Saya terbaring lemas di sisi Mbak Lina. Mataku terpejam rapat seakan tidak terdapat tenaga buat membukanya. Dalam hati saya puas sebab bisa mengimbangi game ranjang Mbak Lina.


Kulihat Mbak Lina tertidur di sebelahku. Peristiwa yang tidak sempat kuimpikan, terjalin tanpa bisa dielakkan. Mbak Lina pula telentang dengan mata tertutup semacam keletihan, bisa jadi letih sehabis bisa melenyapkan kemauan batinnya semenjak menjanda 6 tahun yang kemudian.


Kami masih berpelukan. Setelah itu Mbak Lina terasa semacam mengusap mukaku. Kubuka mataku. Ia tersenyum. Saya tersenyum. Seolah- olah kami tidak merasa aneh berpelukan tanpa sehelai benang juga di badan kami. Ia mencium bibirku.


Ia berbisik ketelingaku,“ Terima kasih ya Den Mad. Mbak…” Belum pernah ia menghabiskan kata- katanya, saya bertanya,“ Mbak puas…?”. Ia tersenyum serta mengangguk.“ 2 kali!”, jawabnya ringkas.“ Den Mad kalian memanglah hebat, penismu pula besar! Panjang!”, katanya. Sedangkan itu dia mengocokkan batang penisku. Suaranya membangkitkan gairahku.“ Mbak suka?”, tanyaku.


Ia tersenyum. Ia mengangguk ciri suka. Dikala itu pula tanganku memegang buah dadanya. Tangannya mengocok terus penisku. Penisku tegang lagi. Kami jadi terangsang lagi.“ Mbak ingin lagi?”, tanyaku dengan suara manja. Ia tersenyum manis.


Apa yang kuimpikan saat ini betul- betul jadi realitas. Lambat- laun kubuka selimutnya. Kulihat kaki Mbak Lina telah mengejang. Sedikit demi sedikit terus kutarik selimutnya ke dasar. Segunduk daging mulai nampak. Ufff…, detak jantungku kembali berdegup kencang. Kunikmati kembali badan Mbak Lina tanpa perlawanan.


Gundukan bukit kecil yang bersih, dengan bulu- bulu tipis yang mulai berkembang di sekelilingnya, nampak berkilat di depanku. Kurentangkan kedua kakinya sampai nampak suatu celah kecil di balik gundukan bukit Mbak Lina. Kedua belahan bibir mungil kemaluannya kubuka. Lewat celah itu kulihat seluruh rahasia di dalamnya.


Saya menelan air liurku sendiri sembari memandang kenikmatan yang sudah menanti. Kudekatkan kepalaku buat mempelajari panorama alam yang lebih jelas. Memanglah indah membangkitkan birahi. Tidak sanggup saya menahan ledakan birahi yang membatasi nafasku.


Lekas kudekatkan mulutku sembari mengecup bibir kemaluan Mbak Lina dengan bibir serta lidahku. Rakus sekali lidahku menjilati tiap bagian kemaluan Mbak Lina.


Terasa semacam tidak mau saya menyia- nyiakan peluang yang dihidangkannya. Tiap kali lidahku memencet keras ke bagian daging kecil yang menonjol di mulut vaginanya, Mbak Lina mendesis serta mendesah keenakan. Lidah serta bibirku menjilat serta mengecup lama- lama.


Sebagian kali kulihat Mbak Lina mengejangkan kakinya. Saya sangat menikmati bau khas dari liang kemaluan Mbak Lina yang penuhi relung hidungku. Membuat lidahku bergerak terus menjadi merajalela. Kutekan lidahku ke lubang kemaluan Mbak Lina yang saat ini sedikit terbuka.


Rasanya mau kumasukkan lebih dalam lagi, tetapi tidak dapat. Bisa jadi sebab lidahku kurang keras. Namun, kelunakan lidahku itu membuat Mbak Lina sebagian kali mengerang sebab nikmat. Dalam kondisi telah terangsang, kutarik badan Mbak Lina ke posisi menungging. Dia menuruti permintaanku serta bertanya dengan nada manja.“ Den Mad ingin diapakan tubuh Mbak?”, bisiknya. Saya rasa ia tidak sempat diperlakukan semacam ini oleh suaminya dahulu. Saya diam saja. Kuatur letaknya. Tangannya meremas sprei sampai kusut.


Air sperma Mbak Lina telah membasahi kemaluannya. Kubuka pintu kemaluannya. Kulihat serta perhatikan dengan seksama. Memanglah saya tidak sempat memandang kemaluan perempuan serapat itu.


Kucium kemaluan Mbak Lina. Bau anyir serta bau air maniku bercampur dengan bau asli Miss V Mbak Lina yang memicu. Bau Miss V seseorang perempuan! Jelas seluruh! Bulu kemaluan Mbak Lina yang lembab serta menempel berantakan di dekat vaginanya. Kusibakkan sedikit buat berikan ruang.


Kumasukkan jari telunjukku ke dalam lubang vaginanya. Kumain- mainkan di dalamnya. Kulihat Mbak Lina menggoyang punggungnya. Kucium serta kugigit daging kenyal punggungnya yang putih bersih itu. Kemudan kurangkul pinggangnya. Kumasukkan penisku ke liang vaginanya.


Pinggang Mbak Lina semacam terhentak. Lambat- laun kutusukkan penisku yang besar panjang ke lubang vaginanya dengan posisi“ doggy- style”. Tusukanku terus menjadi kencang. Nafsu syahwatku kembali sangat terangsang. Kali ini berulang kali saya mendesak serta menarik penisku. Hentakanku memanglah agresif serta ganas. Kuraih pinggang Mbak Lina.


Setelah itu bergeser ke buah dadanya. Kuremas- remas semauku, leluasa. Rambutnya acak- acakan. Lama pula Mbak Lina menahan lampiasan nafsuku kali ini. Nyaris separuh jam. Maklumlah ini merupakan kedua kalinya. Tusukanku memanglah hebat.


Kadangkala kilat, kadangkala pelan. Kudorong- dorong badan Mbak Lina. Ia melenguh. Dengusan dari hidungnya memanjang. Berulang kali. Semacam orang terengah- engah kecapaian.“ Ehh.. ek, Ekh, Ekh.” Kesimpulannya saya merasakan air maniku nyaris muntah lagi. Waktu itu kurangkul kedua bahu Mbak Lina sembari menusukkan penisku ke dalam.


Tenggelam seluruhnya sampai ke pangkalnya. Waktu seperti itu kumuntahkan spermaku. Kutarik lagi, serta kuhunjamkan lagi ke dalam. 3 4 kali kugoyang semacam itu. Mbak Lina nampak pasrah menjajaki hentakanku. Setelah itu kupeluk badannya meski penisku masih tertancap di dalam kemaluannya. Kuelus- elus buah dadanya.


Kudekati wajahnya. Kami berciuman. Begitu lama sampai terasa penisku kembali wajar. Mbak Lina kayaknya keletihan. Keringat bercucuran di dahi kami. Kami telentang miring sembari berpelukan. Mbak Lina nampak lemas kemudian tertidur. Memandang Mbak Lina begitu, serta hujan masih belum reda, birahiku bangkit kembali. Kurangkul badan Mbak Lina serta saya bermain sekali lagi. Kali ini Mbak Lina menyerah. Ia tidak menolak.


Kumainkan kemaluannya hingga puas. Bau di kamar ini merupakan bau air sperma kami. Bunyi tempat tidur juga berdecit- cit.“ Ahh… aaghh.” Setelah itu lambat- laun saya berdiri serta mengenakan kembali pakaianku. Saya keluar dari kamar Mbak Lina mengarah ke ruang depan.


Sewaktu saya keluar, barulah saya siuman pintu kamar Mbak Lina tidak tertutup rapat. Rupa- rupanya kakak iparku telah kembali. Tiba- tiba saya pucat kalau- kalau peristiwa tadi disaksikan oleh kakak iparku.


Saya keluar sembari berupaya berlagak semacam tidak terjalin apa- apa. Setelah itu saya duduk di kursi. Sebentar setelah itu kakak iparku tiba bawa minuman.


Kulihat wajahnya biasa saja. Kuyakinkan diriku kalau kakak iparku tidak ketahui apa yang sudah terjalin tadi antara saya dengan Mbak Lina. Saya bertanya,“ Abang tidak kembali sama Mbak?”“ Tidak.


Ia ke Singapura 4 hari!”, jawabnya. Ia tersenyum.“ Minumlah!”, ia mempersilakanku. Setelah itu ia berjalan mengarah ke kamarnya. Saya duduk serta menyaksikan film“ Airforce One”.“ Mbak sebentar lagi ingin berangkat, ambil mobil di situ. Nanti malam tolong kalian tidur di mari ya, sekilan jaga rumah!”, katanya pendek.


Memanglah begitulah umumnya. Jika abangku tidak terdapat, saya yang jadi sopir kakak iparku buat bawa Mercedez- nya ke mana- mana. Malam itu saya tidak kembali ke flatku. Tidur di rumah abangku! Memanglah terdapat kamar spesial untukku di rumahnya yang lumayan besar itu. Tetapi yang lebih istimewa lagi bagiku merupakan tidur dalam dekapan Mbak Lina.


Posting Komentar

0 Komentar