Ticker

6/recent/ticker-posts

Kenikmatan Seks Dengan Atasanku Yang Seksi




INDOSEXASIA -  Dikala itu saya Ronny masih kuliah serta aku memiliki sahabat karib namanya Mona, dari Sumatera, ia menumpang di rumah tantenya. Cerita Sex ini Kebetulan antara aku serta Mona memiliki hoby yang sama, naik gunung, lintas alam, atletik, lempar lembing. Aku kerap bertandang ke rumahnya, kian lama kian kerap. Sebab aku pula naksir sama Rita, adik sepupu Mona ataupun anak tantenya. Walaupun aku telah jadi akrab dengan keluarganya, tetapi Rita tidak kunjung kupacari.


Sehabis berakhir SMA Mona melanjutkan riset di Kota lain, tetapi saya berupaya buat bertandang ke rumah Rita, tetapi tidak sering ketemu. Tetapi ekspedisi waktu memastikan lain untuk Rita, bapaknya yang wakil rakyat itu wafat. Saat ini ini ibunya mencari nafkah sendiri dengan memegang sebagian perusahaannya yang memanglah telah dirintis lumayan lama, saat sebelum terpilih jadi wakil rakyat. Harapanku memacari Rita senantiasa terdapat di dada, meski dikala saya berkunjung, malah bu Ita( ibunya Rita/ tantenya Mona) yang kerap menemuiku. sebab Rita terdapat banyak aktivitas di Jakarta, sehubungan dengan keikutsertaannya dalam sekolah presenter di suatu stasion televisi swasta di situ. Tetapi sesungguhnya jika ingin jujur Rita masih kalah dengan ibunya.


MENANGKAN KESEMPATAN MERAIH UANG SEBESAR Rp 40.000.000 SEKARANG JUGA DARI MEGA JACKPOT DI PERMAINAN ( QQ,POKER,CAPSA,SAKONG ) DENGAN MINIMAL DEPOSIT | WITHDRAW Rp 20.000 !! || HANYA DI

>> HAWAIPOKER <<


Bu Ita lebih menawan., kulitnya lebih putih bersih, berusia serta tenang pembawaannya. Sedangkan Rita agak sawo matang, nurun bapaknya kali? Seandainya Rita semacam ibunya: tenang pembawaannya, keibuan serta penuh atensi, baik pula. Saat ini, di rumah yang lumayan elegan itu cuma terdapat bu Ita serta seseorang pembantu. Mona telah tidak di sana, sedangkan Rita sekolah di ibukota, paling- paling seminggu kembali.


Kesimpulannya aku di suruh bu Ita buat menolong selaku karyawan tidak senantiasa mengelola perusahaannya. Untungnya aku mempunyai keahlian di bidang pc serta manajemennya, yang aku tekuni semenjak SMA. Sehabis mengenali manajemen industri bu Ita kemudian aku menawari program akuntansi serta keuangan dengan pc, serta bu Ita sepakat apalagi bahagia. Merancang kalkulasi bayaran proyek yang ditangani perusahaannya, dsb. Aku menggemari pekerjaan ini. Yang jelas dapat menaikkan duit saku aku, dapat buat menolong kuliah, yang dikala itu baru semester 2. Bu Ita berikan honor lebih dari lumayan bagi dimensi aku. Pegawai bu Ita terdapat 3 wanita di kantor, tambah aku, belum tercantum di lapangan. Aku kerap bekerja sehabis kuliah, sore sampai malam hari, tiba menjelang pegawai yang lain kembali. Itupun jika terdapat proyek yang wajib dikerjakan. Part time begitu. Untuk aku ini cuma kerja sambilan tetapi dapat menaikkan pengalaman. Sebab ikatan kerja antara majikan serta pegawai, ikatan aku dengan bu Ita terus menjadi akrab. Semula sih biasa saja, lama- lama semacam teman, curhat, serta sebagainya. Saya kerap dinasehati, apalagi saking akrabnya, bercanda, aku kerap pegang tangannya, mencium tangan, pasti saja tanpa dikenal rekan kerja yang lain. Serta warnanya ia bahagia. Tetapi saya senantiasa melindungi kesopanan.






Pengalaman ini yang mendebarkan jantungku, betapapun serta siapapun bu Ita, ia sanggup menggetarkan dadaku. Meski telah lumayan usia perempuan ini senantiasa jelita. Aku kira siapapun orangnya tentu berkata orang ini menawan apalagi menawan sekali. Dasar pandai menjaga badan, sebab terdapat dana buat itu, giat fitnees, di rumah disediakan perlengkapannya. Jika lagi fitnees mengenakan baju fitnees ketat sangat nikmat ditatap. Ini telah aku tahu semenjak aku SMA dahulu, tetapi sebab aku kepingin mendekati Rita, perihal itu aku kesampingkan. Data- data individu bu Ita aku ketahui betul sebab kerap mengerjakan biodata berkaitan dengan proyek- proyeknya. Tingginya 161 centimeter, umurnya dikala cerita ini terjalin 37 tahun, 5 bulan serta berat tubuhnya 52 kilogram. Lumayan sempurna. Pada sesuatu hari aku lembur, sebab terdapat pekerjaan proyek serta paginya wajib didaftarkan buat diikutkan tender. Jam 22. 00 pekerjaan belum berakhir, tetapi saya agak terhibur bu Ita ingin menemaniku, sembari mengecek pekerjaanku. Ia lumayan cermat. Jika kerja lembur begini dia malah kerap bercanda.


Apalagi jika minumanku habis ia tidak segan- segan yang menuang kembali, saya malah jadi kikuk. Ia tidak enggan pegang tanganku, mencubit, tetapi saya tidak berani membalas. Terlebih apabila lagi mencubit dadaku saya sama sekali tidak hendak membalas. Serta yang lumayan surprise tanpa ragu memijit- pijit bahuku dari balik.


“ Letih ya..? Aku pijit, nih”, katanya. Saya cuma tersenyum, dalam hati bahagia pula, dipijit janda menawan. Terlebih yang kurasakan dadanya, tentu teteknya menyenggol kepalaku bagian balik, aku rasakan aman pula. Lambat- laun pipiku terencana aku pepetkan dengan tangannya yang lembut, ia diam saja. Ia membalas membelai- belai daguku, yang tanpa rambut itu. Saya jadi lumayan bahagia. Nyaris jam 23. 00 baru berakhir seluruh pekerjaan, aku mensterilkan kantor serta masih dibantu bu Ita. Wah perempuan ini betul- betul seseorang pekerja keras, gumanku dalam hati. Aku bersiap- siap buat kembali, tetapi dibuatkan kopi, jadi kembali minum.


“ Kalian telah memiliki pacar Ron?”


Placeholder


“ Belum Bu”, jawabku


“ Masa.., tentu kalian telah memiliki. Wanita mana yang tidak ingin dengan laki- laki ganteng”, katanya“ Belum Bu, sangat kok”, kataku lagi. Kami duduk berdekatan di kursi ruang tengah, dengan penerangan yang agak redup. Entah siapa yang mendahului, kami berdua silih berpegangan tangan silih meremas lembut. Yang jelas semula aku terencana menyenggol tangannya… Bisa jadi sebab terbawa atmosfer malam yang dingin serta atmosfer ruangan yang syahdu, serta terdengar suara mobil melintas di jalur raya dan sayup- sayup suara fauna malam, aku serta bu Ita hanyut terbawa oleh atmosfer romantis. Bu Ita yang malam itu mengenakan gaun warna gelap serta sedikit motif bunga ungu. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Perempuan pengusaha ini kian mendekatkan badannya ke arahku. Dalam keadaan yang baru saya natural ini saya jadi sangat kikuk serta canggung, tetapi anehnya nafasku kian memburu, kejar- kejaran serta bergelora semacam gemuruh ombak di Pelabuhan Ratu. Aku jadi bergemetaran, serta tidak sanggup berbuat banyak, walaupun tanganku senantiasa memegang tangannya.“ Dingin ya Ron..?!”, katanya sendu. Sedangkan tangan kiriku ditarik serta mendekap lengan kirinya yang memanglah tanpa lengan pakaian itu.


“ Ya, Bu dingin sekali”, jawabku.


Terasa dingin, sedangkan tangannya pula merangkul pinggangku. Bau wewanginan semerbak di dekat, saya duduk, menaikkan atmosfer romantis“ Jika ketahuan Darti( pembantunya), gimana Bu?”, kataku gemetar.


“ Darti tidak hendak masuk ke mari, pintunya terkunci”, katanya. Aku jadi nyaman. Kemudian saya berupaya mengecup kening perempuan lincah ini, ia tersenyum kemudian ia menengadahkan mukanya. Tanpa diajari ataupun diperintah oleh siapapun, kukecup bibir indahnya. Ia menyongsong dengan senyuman, kami silih berciuman bibir silih melumat bibir, lidah kami berjumpa mencari mencari kenikmatan di tiap sudut- sudut bibir serta rongga mulut tiap- tiap. Tangankupun mulai meraba- raba badan sintal bu Ita, diapun tidak kalah meraba- raba punggungku serta apalagi menyusup dibalik kaosku. Saya jadi terus menjadi terangsang dalam game yang indah ini.


Sejenak sela waktu, kami silih berpandangan ia tersenyum manis apalagi amat manis, dibandingkan waktu- waktu tadinya. Kami berangkulan kembali, seolah- olah 2 sepasang yang lagi mabuk asmara lagi bermesraan, sementara itu antara majikan serta pegawainya. Ia mulai mencumi leherku serta menggigit lembut semantara tanganku mulai meraba- raba badannya, awal pantatnya, setelah itu menjalar ke pinggulnya.


“ Semenjak kalian kesini dengan Mona dahulu, aku telah berpikir:“ Ganteng banget ini anak!””, katanya separuh berbisik.


“ Ah bunda ada- ada saja”, kataku mengelak meski aku bahagia menemukan sanjungan.


“ Aku tidak merayu, sangat”, katanya lagi. Kami kian merangsek bercumbu, birahiku kian menanjak naik, dadaku terus menjadi bergetar, demikian pula dada bu Ita. Diapun terlihat bergetaran serta suaranya agak parau. Setelah itu aku beranjak, berdiri serta menarik tangan bu Ita yang biar turut berdiri. Dalam posisi ini ia aku dekap dengan hangatnya. Hasrat kelakianku jadi meningkat bangkit serta terasa seolah membelah celana yang aku gunakan. Kemudian aku bimbing ia ke kamarnya, bagai kerbau dicocok hidungnya bu Ita bagi saja. Kami tiduran bersama di spring bed, kembali kami bergumul silih berciuman serta becumbu.“ Gimana jika aku tidur di mari saja, Bu”, pintaku lirih. Dia berpikir sejenak kemudian mengangguk sembari tersenyum. Setelah itu ia beranjak mengarah lemari serta mengambil baju sembari menyodorkan kepada aku.


“ Ini gunakan punyaku”, ia menyodorkan baju tidur. Kemudian saya melorot celana panjangku serta kaos setelah itu mengenakan kimononya. Saya jadi terlena. Dalam dekapannya saya tertidur. Baru dekat separuh jam aku terbangun lagi. Dalam keadaan begini, jelas saya sulit tidur. Hawa terasa dingin, aku mendekapnya kian kencang. Ia menyusupkan kaki kanannya di selakangan aku. Penisku kian bergerak- gerak, sedangkan cumbuan berlangsung, penisku terus menjadi menggila kencangnya, yang sebetulnya semenjak tadi di kursi. Saya berpikir jika telah begini gimana? Apakah aku lanjutkan ataupun diam saja?


Lama saya berfikir buat berkata tidak! Tetapi tidak dapat ditutupi kalau hasrat, nafsu birahiku kokoh sekali yang mendesak melonjak- lonjak dalam dadaku bercampur aduk hingga kepada ubun- ubunku. Meski saya diamkan sebagian dikala, senantiasa saja kejaran libido yang terasa lebih kokoh. Memanglah aku siuman, perempuan yang terdapat didekapanku merupakan majikanku, tantenya Mona, mamanya Rita, tetapi selaku laki- laki wajar serta berusia saya pula merasakan kenikmatan bibir serta rasa perasaan bu Ita selaku perempuan yang sintal, menawan serta luar biasa. Sedikitnya saya telah merasakan kehangatannya badannya serta perasaannya, walaupun pengalaman ini baru awal kali kualami. Saya tidak kuasa berkeputusan, dalam keadaan semacam ini saya terus menjadi bergemetaran, antara mengelak serta hasrat yang menggebu- gebu. Saya perhatikan mukanya di dasar sorot lampu bed, terencana aku amati lama dari dekat, mukanya memancarkan penyerahan selaku perempuan, di depan lelaki berusia. Pelan- pelan tanganku menyusup di balik gaunnya, meraba pahanya ia mengeliat pelan, aku tidak ketahui apakah ia tidur ataupun pura- pura tidur. Saya cium lembut bibirnya, serta ia menyambutnya. Berarti ia tidak tidur. Ku singkap gaun tidurnya setelah itu kulepas, ia mengenakan beha warna putih serta cedenya pula putih. Saya jadi tambah takjub memandang kemolekan badan bu Ita, putih serta indah banget. Ku raba- raba badannya, ia mengeliat geli serta membuka matanya yang sayu. Jari- jari lentiknya menyusup ke balik pakaian tidur yang kupakai serta menarik talinya pada bagian perutku, kemudian pakaianku terlepas. Saat ini akupun cuma gunakan cede saja.


“ Kalian ganteng banget, Ron, besar tubuhmu berapa, ya?”, bisiknya. Aku tersenyum bahagia.“ Makasih. Terdapat 171. Bu Ita pula menawan sekali”, mendengar jawabanku, ia cuma tersenyum. Saya berupaya membuka behanya dengan membuka kaitannya di punggungnya, setelah itu keplorotkan cedenya sehingga saya terus menjadi takjub memandang keelokan alam yang tiada tara ini. Perihal ini menjadikan dadaku terus menjadi bergetar. Betapa tidak?! Saya berhadapan langsung dengan perempuan tanpa busana yang bertubuh indah, yang sepanjang ini cuma kulihat melalui gambar- gambar orang asing saja.


Saat ini langsung mengamati dari dekat sekali apalagi dapat meraba- raba. Perempuan yang sepanjang ini aku amati berkulit putih bersih cuma pada bagian wajah, bagian kaki serta bagian lengan ini, saat ini nampak seluruhnya tiada yang tersisa. Luar biasa! Darahku terus menjadi mendidih, memandang panorama alam nan indah itu. Di dikala aku masih bengong, pelan- pelan saya melorot cedeku, aku serta bu Ita bersama tidak berpakaian. Penisku betul- betul optimal kencangnya. Kami berdua berpelukkan, silih meraba serta membelai. Kaki kami berdua silih menyilang yang berpangkal di selakangan, silih mengesek. Penisku yang kencang turut membelai paha indah bu Ita.


Sedangkan itu dia membelai- belai lembut penisku dengan tangan halusnya, yang bawa dampak nikmat luar biasa. generasi Tanganku membela- belai pahanya setelah itu kucium mulai dari lutut merambat pelan ke pangkal pahanya. Dia mendesah lembut. Dadaku kian bergetaran sebab kami silih mencumbu, saya meraba selakangannya, terdapat rerumputan di situ, tidak sangat rimbun jadi lezat ditatap. Ia mengerang lembut, kala jemariku memegang bibir vaginanya. Mulutku menciumi payudaranya dengan lembut serta mengedot puntingnya yang bercorak coklat kemerah- merahan, kemudian membenamkan wajahku di antara kedua susunya.





Sedangkan tangan kiriku meremas lembut teteknya. Desisan serta erangan lembut timbul dari mulut indahnya. Saya terus menjadi bernafsu walaupun senantiasa gemetaran. Tanganku mulai aktif memainkan selakangannya, yang nyatanya basah itu. Aku penasaran, kemudian kubuka kedua pahanya, setelah itu kusingkap rerumputan di dekat kewanitaannya. Bagian- bagian warna pink itu saya belai- belai dengan jemariku. Klitorisnya, ku mainkan, mengasyikkan sekali. Bu Ita mengerang lembut sembari menggerakkan pelan kaki- kakinya. Kemudian jariku kumasukkan keterowongan pink tersebut serta menari- nari di dalamnya. Ia terus menjadi bergelincangan. Kelanjutannya dia menarikku.


“ Mari Ron” saya tidak tahan”, katanya berbisik Serta merangkulku ketat sekali, sehingga bagian yang menonjol di dadanya tertekan oleh dadaku. Saya mulai menindih badan sintal itu, sembari bertumpu pada kedua siku- siku tanganku, biar dia tidak berat menompang tubuhku. Sedangkan itu senjataku terjepit dengan kedua pahanya. Dalam posisi begini saja enaknya telah bukan main, getaran jantungku kian tidak tertib. Sembari menciumi bibirnya, serta lehernya, tanganku meremas- remas lembut susunya. Penisku menggesek- gesek sekalangannya, ke arah atas( perut), setelah itu turun berulang- ulang Tidak lama setelah itu kakinya direnggangkan, kemudian pinggul kami berdua beringsut, buat mengambil posisi pas antara senjataku dengan lubang kewanitaannya. Sebagian kali kami beringsut, tetapi belum pula hingga kepada sasarannya. Penisku belum pula masuk ke vaginanya“ Alot pula”, bisikku.


Bu Ita yang masih di bawahku tersenyum.“ Sabar- sabar”, katanya.


Kemudian tangannya memegang penisku serta menuntun memasukkan ke arah kewanitaannya.“ Telah ditekan… pelan- pelan saja”, katanya.


Akupun menuruti saja, memencet pinggulku…“ Blesss”, masuklah penisku, agak seret, tetapi tanpa hambatan. Nyatanya gampang! Pada dikala masuk seperti itu, rasa nikmatnya amat sangat. Seakan saya baru merambah dunia lain, dunia yang sama sekali baru bagiku. Saya memanglah sempat memandang film orang beginian, namun buat melaksanakan sendiri baru kali ini. Nyatanya rasanya lezat, aman, menyenangkan. Wonderful! Betapa tidak, dalam usiaku yang ke 23, baru merasakan kehangatan serta kenikmatan badan perempuan. Gerakanku menjajaki naluri lelakiku, mulai naik- turun, naik- turun, kadangkala kilat kadangkala lelet, sembari memandang ekspresi wajah bu Ita yang merem- melek, mulutnya sedikit terbuka, sembari keluar suara tidak disengaja desah- mendesah. Merasakan kenikmatannya sendiri.“ Ah… uh… eh… hem”” Kala saya menekankan pinggulku, ia menyongsong dengan memencet pula ke atas, biar penisku masuk memencet hingga ke dasar vaginanya. Getaran- getaran perasaan menyatu dengan leguhan serta rasa kenikmatan berjalan merangkak hingga berlari- lari kecil berkejar- kejaran.


Di tengah kejadian itu bu Ita berbisik“ Kalian jangan sangat keburu nafsu, nanti kalian kilat letih, santai saja, pelan- pelan, simak iramanya”, kala aku mulai menggenjot dengan semangatnya.


“ Ya Bu, maaf”, akupun menuruti perintahnya. Kemudian saya cuma menggerakkan pinggulku ala kadarnya menjajaki gerakan pinggulnya yang cuma sesekali dicoba. Nyatanya model ini lebih aman serta gampang dinikmati.


Sesekali kedua kakinya dinaikan serta hingga ditaruh di atas bahuku, ataupun setelah itu dibuka lebar- lebar, apalagi kadangkala dirapatkan, sehingga terasa penisku terjepit ketat serta terus menjadi seret. Gerak apapun yang kami jalani berdua bawa dampak kenikmatan tertentu. Sehabis lebih dari 10 menit, saya menikmati badannya dari atas, ia membuat sesuatu gerakan serta saya ketahui artinya, ia memohon di atas. Saya tidur terlentang, setelah itu bu Ita mengambil posisi tengkurap di atasku sembari menyatukan perlengkapan vital kami berdua.


Bersetubuhlah kami kembali. Dia memasukkan penisku rasanya ketat sekali menghujam hingga dalam. Hingga sebagian dikala bu Ita menggerakkan pinggulnya, payudaranya bergelantungan terlihat indah sekali, kadangkala menyapu wajahku. Saya meremas kuat- kuat bongkahan pantatnya yang bergoyang- goyang. Payudaranya disodorkan kemulutku, langsung kudot.


Gerakan perempuan berambut sebahu ini kian memesona di atas tubuhku. Kadangkala semacam orang berenang, ataupun menari yang berpusat pada gerakan pinggulnya yang aduhai. Bayang- bayang gerakan itu terlihat indah di kaca sebelah ranjang. Badan putih nan indah wanita separuh baya menaiki badan pemuda agak coklat kekuning- kuningan. Betul- betul lintas generasi! Adegan ini berlangsung lebih dari 5 belas menit, makin lama makin kencang serta kilat, gerakannya. Nafasnya makin tidak tertib, sedikit liar. Seperti mengejar setoran saja. Tanganku mempererat rangulanku pada pantat serta pinggulnya, sedangkan mulutku sesekali mengulum punting susunya. Rasanya lezat sekali.


Sehabis kerja keras majikanku itu mendesah sejadi- jadinya”“ Ah… uh, eh… saya, ke.. luaar.. Ron..”, warnanya dia orgasme. Puncak kenikmatannya diraihnya di atas tubuhku, nafasnya berkejar- kejaran, terengah- engah merasakan keenakan yang menggapai klimaknya. Nafasnya berkejar- kejaran, gerakannya lelet laun berangsur melemah, kesimpulannya diam. Dia jadi lemas di atasku, sembari mengendalikan nafasnya kembali.


Saya mengusap- usap punggung mulusnya. Sesekali dia menggerak- gerakkan pinggulnya pelan, pelan sekali, merasakan sisa- sisa puncak kenikmatannya. Sebagian menit ia masih menindih aku. Sehabis pulih tenaganya, ia tidur terlentang kembali, siap buat aku tembak lagi. Saat ini giliran aku menindihnya, serta mulai mengerjakan aktivitas semacam tadi. Gerakan ku pelan pula, ia merangkul saya. Naik turun, keluar masuk. Dikala masuk seperti itu rasa nikmat luar biasa, terlebih ia dapat menjepit- jepit, hingga sebagian kali. Sangat saya menikmati seluruhnya badan bu Ita. Ruaar biasa! Seketika sesuatu dorongan tenaga yang kokoh hingga diujung senjataku, aliran darah, tenaga serta perasaan terpusat di situ, yang memunculkan kekuatan dahsyat tiada tara. Tenaga itu menekan- nekan serta penuhi lorong- lorong rasa serta perasaan, silih memburu serta kejar- kejaran. Didorong oleh gairah luar biasa, memunculkan dampak gerakan kian keras serta kokoh menghimpit badan indah, yang mengimbangi dengan gerakan gemulai memesona. Kesimpulannya tenaga yang menghentak- hentak itu keluar bawa kenikmatan luar biasa”, suara tidak disengaja keluar dari mulut 2 insan yang lagi dilanda kenikmatan. Air maniku terasa keluar tanpa kendali, menyemprot penuhi lubang kenikmatan kepunyaan bu Ita.“ Ahh… egh… egh… uhh”, suara kami bersaut- sahutan. Bibir indah itu kembali kulumat kian seru, diapun kian merapatkan badannya paling utama pada bagian dasar perutnya, kokoh sekali.


Menyatu seluruhnya,“ Saya” keluar Bu”, kataku terengah- engah.


“ Saya pula Ron”, suaranya agak lemah.


“ Lho keluar lagi, tadi kan telah?! Kok dapat keluar lagi?!”, tanyaku agak heran.


“ Ya, dapat 2 kali”, jawabnya sembari tersenyum puas. Kami berdua berkeringat, walaupun hawa di luar dingin. Rasanya lumayan menghabiskan tenaga, bagai habis naik gunung saja, lempar lembing ataupun habis dari ekspedisi jauh, tetapi aku masih dapat merasakan sisa- sisa kenikmatan bersama. Selang sebagian menit, sehabis kenikmatan berangsur menurun, serta terasa lembek, aku mencabut senjataku serta tiduran terlentang di sisinya sembari menghela napas panjang. Puas rasanya menikmati segala kenikmatan badannya.


Wanita memiliki wujud badan indah itupun nampak puas, seolah terlepas dari dahaganya, yang nampak dari goresan senyumnya. Aku amati selakangannya, terdapat ceceran air maniku putih kental meleleh di bibir vaginanya apalagi terdapat yang di pahanya.


Pengalaman malam itu sangat luar biasa, sampai hingga berapa kali saya menaiki bu Ita, saya kurang ingat. Yang jelas kami beradu nafsu nyaris sejauh malam serta kurang tidur. Keesokan harinya. Busa- busa sabun penuhi bathtub, saya serta bu Ita mandi bersama, kami silih menyabun serta menyikat, segala sisi- sisi badannya kami telusuri, tercantum bagian yang sangat individu. Yang menyenangkan pula kala ia menyabun penisku serta mengocok- kocok lembut. Aku bahagia sekali serta telah benda pasti bawa dampak nikmat.“ Aku heran benda ini semalaman kok tegak terus, seperti tugu Monas, besar lagi. Dimensi jumbo lagi?!”, katanya sembari menimang- nimang tititku.


“ Kan Bunda yang buat begini?!”, jawabku. Kami tersenyum bersama. Sehabis mandi, kuintip melalui jendela kamar, Darti lagi nyapu taman depan, jika saya keluar rumah tidak bisa jadi, dapat ketahuan. Waktu baru jam separuh 6.


Namun senjata ini belum pula turun, seketika hasrat lelakiku kembali bangkit kencang sekali. Kembali meletup- letup, jantung berdetak kian kencang. Lagi- lagi saya mendekati janda yang telah berpakaian itu, serta kupeluk, kuciumi. Aku agak membungkuk, sebab saya lebih besar. Bau wewangian semerbak disekujur badannya, rasanya lebih segar, sehabis mandi. Kemudian ku lepas gaunnya, ku tanggalkan behanya serta kuplorotkan cedenya. Kami berdua kembali berbugil ria serta mengarah tempat tidur. Kedua insan lelaki wanita ini silih bercumbu, mengulangi kenikmatan tadi malam. Dia terbaring dengan manisnya, panorama alam yang indah paduan antara pinggul depan, pangkal paha, serta rerumputan sedikit di tengah menutup samara- samar huruf“ V”, tanpa terdapat gumpalan lemaknya. Saya buka dengan pelan kedua pahanya. Saya ciumi, mulai dari lutut, setelah itu merambat ke paha mulusnya.


Sedangkan tangannya mengurut- urut lembut penisku. Tubuhku mulai bergetaran, kemudian saya membuka selakangannya, menyibakkan rerumputan di situ. Saya mau memandang secara jelas benda miliknya. Jariku memegang barang yang bercorak pink itu, mulai bagian atas membelai- belainya dengan lembut, sesekali mencubit serta membelai kembali. Bu Ita bergelincangan, tangannya kian erat memegang tititku. Setelah itu jariku mulai masuk ke lorong, setelah itu menari- nari di situ, semacam malam tadi. Tetapi bibir, serta terowongan yang didominasi warna pink ini lebih jelas, bagai bunga mawar yang merekah.


Sebagian dikala saya melaksanakan game ini, serta jadi mengerti serta jelas betul struktur kewanitaan bu Ita, yang menghebohkan tadi malam. Gelora nafsu kian menggema serta menjalar seantero badan kami, silih mencium serta mencumbu, makin memanas serta berlari kejar- kejaran. Semacam ombak laut mendesir- desir menerpa tepi laut. Tiada kendali yang bisa mengekang dari kami berdua. Terlebih kala puncak kenikmatan mulai terlihat serta mendekat ketat.


Suatu kejutan, tanpa saya duga tadinya penisku yang semenjak tadi di urut- urut setelah itu dikulum dengan lembutnya. Awal dijilati kepalanya, kemudian dimasukkan ke rongga mulutnya. Rasanya aku diajak melayang ke angkasa besar sekali mengarah bulan. Saya jadi keletihan. Tahap selanjutnya ia mengambil posisi tidur terlentang, sedangkan saya pasang kuda- kuda, tengkurap yang bertumpu pada kedua tangan aku. Aku mulai memasukkan penisku ke arah lubang kewanitaan bu Ita yang tadi telah aku“ pelajari” bagian- bagiannya secara seksama itu.


Barang ini memanglah rasanya tiada tara, kala kumasukkan, tidak cuma aku yang merasakan enaknya penetrasi, namun pula bu Ita merasakan kenikmatan yang luar biasa, nampak dari ekpresi mukanya, serta desahan lembut dari mulutnya.“ Ah”, desahnya tiap saya memencet senjataku ke arah selakangannya, sembari menekankan pula pinggulnya ke arah tititku. Kami berdua mengulangi mengarungi samodra birahi yang luar biasa, pagi itu.


Seluruhnya telah berakhir, saya keluar rumah dekat jam separuh 8, dikala Darti cuci di balik. Dalam ekspedisi kembali saya termenung, Betapa peristiwa tadi malam bisa berlangsung begitu kilat, tanpa liku- liku, tanpa terpikirkan tadinya. Suatu wisata seks yang tidak terduga tadinya. Kenikmatan yang kuraih, prosesnya lembut, semulus paha bu Ita.


Pendek, kilat serta mengalir begitu saja, tetapi bawa kenikmatan yang menghebohkan. Betapa saya dapat merasakan kehangatan badan bu Ita secara utuh, orang yang sepanjang ini jadi majikanku. Melihat rona wajah bu Ita yang memerah jambu, kepasrahannya dalam ketelanjangannya, menampilkan kedagaan seseorang perempuan yang mebutuhkan belaian serta kehangatan seseorang laki- laki.


Hari berubah minggu, minggu berubah bulan, sang kumbang muda kian kerap menghadiri bunga buat mengisap madu. Serta bunga itu masih fresh saja, apalagi rasanya kian fresh menggairahkan. Memanglah bunga itu masih mekar serta belum pula layu, ataupun memanglah tidak ingin layu. 

 



Posting Komentar

0 Komentar