INDOSEXASIA - Cerita Sex ini terjalin kala saya masih berusia 8 belas tahun, murid kelas 2 sekolah metode setingkat SMU di suatu kota kabupaten di Sumatera. Namaku Didit. Saya lahir di satu keluarga pegawai perkebunan yang mempunyai 5 orang anak yang seluruh pria. Yang tertua merupakan saya. Serta ini jadi pangkal permasalahan pada kehidupan remajaku. Tidak sering berteman dengan wanita tidak hanya ibuku, saya juga jadi canggung jika bersebelahan dengan wanita. Maklumlah di sekolahku biasanya pula laki- laki seluruh, tidak sering wanita.
Tidak hanya itu saya merasa rendah diri dengan penampilan diriku di hadapan wanita. Saya besar kurus serta gelap, jauh dari identitas pemuda ganteng. Wajahku kurang baik dengan tulang rahang bersegi. Sebab tampangku yang mirip keling, sahabat temanku memanggil saya Pele, sebab saya suka main sepakbola.
Tetapi sekalipun saya kurang baik serta gelap, otakku lumayan encer. Pelajaran ilmu tentu serta fisika tidak sangat susah bagiku. Serta pula saya jagoan di lapangan sepakbola. Posisiku merupakan kiri luar. Bila bola telah datang di kakiku pemirsa hendak bersorak sorai sebab itu berarti bola telah sukar direbut serta tidak hendak terdapat yang berani nekad main keras sebab jika hingga beradu tulang kering, umumnya merekalah yang jatuh meringkuk kesakitan sedangkan saya tidak merasa apa- apa.
MENANGKAN KESEMPATAN MERAIH UANG SEBESAR Rp 40.000.000 SEKARANG JUGA DARI MEGA JACKPOT DI PERMAINAN ( QQ,POKER,CAPSA,SAKONG ) DENGAN MINIMAL DEPOSIT | WITHDRAW Rp 20.000 !! || HANYA DI
Serta jika telah demikian lawan hendak menarik kekuatan ke dekat kotak penalti membuat pertahanan berlapis, supaya gawang mereka jangan hingga bobol oleh tembakanku ataupun umpan yang kusodorkan. Cuma seperti itu yang dapat kubanggakan, tidak terdapat yang lain.
Tampang kurang baik muka bersegi, besar kurus serta gelap ini sangat mengusik saya, sebab saya sesungguhnya mau sekali memiliki pacar. Bukan pacar sembarang pacar, namun pacar yang menawan serta seksi, yang ingin diremas- remas, dicipoki serta dipeluk- peluk, apalagi jika dapat lebih jauh lagi dari itu.
Serta ini perkaranya. Kotaku itu merupakan kota yang masih kolot, terlebih di area tempat saya tinggal. Pergaulan antara pria serta wanita yang sedikit mencolok jadi sorotan tajam warga. Serta jadi bahan gunjingan ibu- ibu antar orang sebelah.
Oh ya bisa jadi terdapat yang bertanya kenapa kok soal memiliki pacar ataupun tidak memiliki pacar saja begitu berarti. Ya seperti itu. Rahasianya saya ini memiliki nafsu syahwat besar sekali.
Entahlah, barangkali saya ini seseorang*********. Memandang ayam ataupun****** main saja, saya dapat tegang. Tiap pagi penisku keras semacam kayu sehingga wajib dikocok hingga muncrat dahulu baru menurun kerasnya. Serta jika muncrat bukan main banyaknya yang keluar.
Bisa jadi sebab ukuranku yang lebih panjang dari dimensi ratarata. Serta saban memandang wanita menawan syahwatku naik ke kepala. Terlebih jika nampak paha. Saya dapat tidak sanggup berpikir apa- apa lagi jika wanita serta wanita menawan itu melalui di depanku.
Senjataku langsung tegang jika memandang ia berjalan berlenggak- lenggok dengan panggul yang berayun ke kiri serta ke kanan. Ngaceng abis seperti siap berlaga. Ia? Ya ia. Maksudku Lala serta.. Tante Ratih. Lala merupakan murid salah satu SMU di kotaku. Kecantikannya jadi buah bibir para laki- laki lanang seantero kota.
Ia tinggal dalam jarak sebagian rumah dari rumahku, jadi tetanggaku pula. Saya sesungguhnya mau sekali seandainya Lala jadi pacarku, tetapi mana dapat. Cowok- cowok keren tercantum kanak- kanak penggede pada ngantri ngapelin ia, berupaya menjadikannya pacar.
Nyaris seluruh membawa mobil, kadangkala mobil dinas ayahnya, mana sanggup saya bersaing dengan mereka. Terkadang kami berpapasan jika terdapat aktivitas RK ataupun kendurian, namun saya tidak berani menyapa, ia pula tampaknya tidak tertarik hendak berteguran dengan saya yang muka saja bersegi serta gelap pula.
Ya pantaslah, sebab menawan serta dikejar- kejar banyak pemuda, apalagi orang berusia pula, ia jadi sombong, mentang- mentang. Ataupun barangkali itu cuma alasanku saja.
Yang benar merupakan, saya memanglah khawatir sama wanita menawan. Bersebelahan dengan mereka saya gugup, mulutku terkatup gagu serta nafasku sesak. Itu Lala. Serta terdapat satu lagi wanita yang pula membuat saya risau bila terletak di dekatnya.
Tante Ratih. Tante Ratih tinggal persis di sebelah rumahku. Suaminya pemasok yang mendatangkan sebagian bahan kebutuhan perkebunan kelapa sawit. Sebab itu ia kerap bepergian. Kadangkala ke Jakarta, Medan serta ke Singapore. Belum lama mereka jadi orang sebelah kami.
Entahlah orang dari wilayah mana suaminya ini. Tetapi saya ketahui Tante Ratih dari Bandung, serta ia ini wuahh mak sungguh- sungguh
cantiknya. Wajah cakep. Putih. Bodinya pula bagus, dengan panggul berisi, paha kuat, meqi tebal serta pinggang ramping. Payudaranya pula indah kenceng serasi dengan wujud tubuhnya.
Sempat di kegiatan pentas terbuka di kampungku kala tujuhbelas agustusan ia menyumbangkan peragaan tari jaipongan. Wah saya betul- betul terpesona. Serta Tante Ratih ini sahabat ibuku.
Walaupun usia mereka berselisih barangkali 15 tahun, tetapi mereka itu sesuai satu sama lain. Jika bergunjing dapat berjam- jam, maklum saja ia tidak memiliki anak serta semacam ibuku tidak bekerja, cuma bunda rumah tangga saja. Terkadang ibuku tiba ke rumahnya, terkadang ia tiba ke rumahku.
Satu kerutinan yang kulihat pada Tante Ratih ini, ia suka duduk di kursi dengan menaikkan sebelah ataupun kedua kakinya di lengan kursi. Satu kali saya baru kembali dari latihan sepakbola, dikala membuka pintu kudapati Tante Ratih lagi bergunjing dengan ibuku.
Warnanya ia tidak mengira saya hendak masuk, serta cepat- cepat merendahkan sebelah kakinya dari sandaran lengan kursi, tetapi saya telah pernah memandang celah kangkangan kedua pahanya yang putih padat serta celana dalam merah jambu yang membalut ketat meqinya yang bagus cembung. Saya mereguk ludah, kontolku kontak berdiri.
Tanpa bicara apapun saya terus ke balik. Serta semenjak itu panorama alam sekilas itu senantiasa jadi obsesiku. Tiap memandang Tante Ratih, saya ingat kangkangan paha serta meqi tebal dalam pagutan ketat celana dalamnya. Oh ya menimpa Tante Ratih yang tidak memiliki anak. Aku mendengar ini terkadang jadi keluh kesahnya pada ibuku.
Saya tidak ketahui benar kenapa ia serta suaminya tidak memiliki anak, serta entah apa yang dikatakan ibuku menimpa perihal itu buat menghibur ia. Terlebih? Oh ya, ini yang sangat berarti yang jadi asalmuasal cerita. Jika bukan sebab ini barangkali takkan terdapat cerita hehehhehe. Ratih ini, ia khawatir sekali sama setan, tetapi anehnya suka nonton film setan di tv hehehe.
Terkadang ia nonton di rumah kami jika suaminya lagi ke kota lain buat urusan bisnesnya. Pulangnya ia khawatir, kemudian ibuku menyuruh saya mengantarnya hingga ke pintu rumahnya. Serta inilah permulaan cerita. Pada sesuatu hari orang sebelah sebelah kanan rumah Tante Ratih serta suaminya( kami di sebelah kiri) wafat. Wanita tua ini sempat bertengkar dengan Tante Ratih sebab urusan sepele.
Jika tidak salah sebab soal ayam masuk rumah. Hingga sang wanita wafat sebab penyakit bengek, mereka tidak berteguran. Orang sebelah itu telah 3 hari dikubur tidak jauh di balik rumahnya, sewaktu suami Tante Ratih, Om Hendra berangkat ke Singapore buat urusan bisnis pasokannya. Sejauh hari sehabis suaminya berangkat Tante Ratih uring-
uringan sama ibuku di rumahku.
Ia khawatir sekali sebab sewaktu masih hidup orang sebelah itu berkata kepada banyak orang kalau hingga di kubur juga ia tidak hendak sempat berbaikan dengan Tante Ratih. Lanjutannya kala saya kembali dari latihan sepakbola, bunda memanggilku. Katanya Tante Ratih khawatir tidur sendirian di rumahnya sebab suaminya lagi berangkat.
Serta pembantunya telah 2 minggu ia berhentikan sebab kedapatan mencuri. Karena itu ia menyuruhku tidur di ruang tamu di kursi Tante Ratih. Mula- mula saya keberatan serta bertanya kenapa bukan salah seseorang dari adik- adikku. Kukatakan saya mesti sekolah esok pagi. Yang sesungguhnya semacam telah aku katakan tadinya, aku senantiasa gugup serta tidak tenteram jika bersebelahan dengan Tante Ratih( tetapi pasti saja ini tidak kukatakan pada ibuku).
Kata ibuku adik- adikku yang masih kecil tidak hendak menolong membuat Tante Ratih tenteram, lagi pula adik- adikku itupun khawatir jangan- jangan dikunjungi arwah orang sebelah yang telah mati itu hehehehe. Kemudian malamnya saya berangkat ke rumah Tante Ratih melalui pintu balik. Tante Ratih tampaknya gembira saya tiba. Ia menggunakan daster tipis yang membalut ketat tubuhnya yang sintal padat.
Placeholder
“ Ayo makan malam Dit”, ajaknya membuka cadar santapan yang telah terhidang di meja.“ Aku telah makan, Tante”, kataku, tetapi Tante Ratih memforsir sehingga akupun makan pula.“ Didit, kalian kok pendiam sekali? Berlainan betul dengan adik- adik serta ibumu”, kata Tante Ratih selagi ia menyendok nasi ke piring. Saya susah mencari jawaban sebab sesungguhnya saya tidak pendiam. Saya tidak banyak bicara cuma jika dekat Tante Ratih saja, ataupun Lala ataupun wanita menawan yang lain. Sebab gugup. Tetapi Tante suka orang pendiam, sambungnya.
Kami makan tanpa banyak bicara, habis itu kami nonton tv kegiatan panggung musik pop. Kulihat Tante Ratih berlaku hati- hati supaya jangan hingga secara tidak siuman menaikkan kakinya ke kursi ataupun ke lengan kursi. Berakhir kegiatan musik kami lanjutkan menjajaki warta kabar kemudian filem yang sama sekali tidak menarik.
Sebab itu Tante Ratih mematikan tv serta mengajak saya berbincang menanyakan sekolahku, kegiatanku tiap hari serta apakah saya telah memiliki pacar ataupun belum. Saya menanggapi singkat- singkat saja semacam orang bloon. Kelihatannya ia memanglah mau mengajak saya terus bercakap- cakap sebab khawatir berangkat tidur sendirian ke kamarnya. Tetapi sebab memandang saya menguap, Tante Ratih berangkat ke kamar serta kembali bawa bantal, selimut serta sarung.
Di rumah saya umumnya memanglah tidur cuma mengenakan sarung sebab penisku kerap tidak ingin kompromi. Tertahan celana dalam saja dapat menimbulkan saya merasa tidak lezat apalagi kesakitan. Tante Ratih telah masuk ke kamarnya serta saya baru menanggalkan pakaian sehingga cuma tinggal singlet serta meloloskan celana blujins serta celana dalamku mengubahnya dengan sarung kala hujan diiringi angin kencang terdengar di luar.
Saya membaringkan diri di kursi serta menutupi diri dengan selimut wol tebal itu kala suara angin serta hujan ditingkah gemuruh guntur serta petir sabung menyabung. Angin pula terus menjadi kencang serta hujan kian deras sehingga rumah itu semacam bergoyang.
Ya, Tante? Tolong temani Tante mencari senter.
Dimana Tante?, saya mendekat meraba- raba dalam hitam ke arah ia. Barangkali di laci di dapur. Tante ingin ke situ. Tante baru saja menghabiskan kalimatnya dikala tanganku memegang badannya yang empuk. Nyatanya persis dadanya. Kilat kutarik tanganku. Aku kira kita tidak membutuhkan senter Tante.
Bukankah kita telah ingin tidur? Aku telah mengantuk sekali. Tante khawatir tidur dalam hitam Dit.
Gimana jika aku temani Tante biar tidak khawatir?, saya sendiri kaget dengan perkata yang keluar dari mulutku, bisa jadi sebab telah mengantuk sangat. Tante Ratih diam sebagian dikala.
“ Di kamar tidur Tante?,” tanyanya.
“ Ya aku tidur di dasar”, kataku. di karpet di lantai. Segala lantai rumahnya memanglah ditutupi karpet tebal.
“ Di tempat tidur Tante saja sekaligus asal”.. Saya terkesiap.
asal apa Tante? Asal kalian jangan bilang sama teman- temanmu, Tante dapat bisa malu besar. Serta pula jangan sekali- kali bilang sama ibumu.
Ah buat apa itu aku bilang- bilang? Tidak hendak, Tante. Dalam hati saya melonjaklonjak kegirangan. Tidak kusangka saya bakalan bisa durian runtuh, berkesempatan tidur di samping Tante Ratih yang menawan banget. Siapa ketahui saya nanti dapat nyenggol- nyenggol ia sedikit- sedikit. Meraba- raba semacam orang buta melindungi jangan hingga terantuk ke bilik saya kembali ke kursi mengambil selimut serta bantal, kemudian kembali meraba- raba ke arah Tante Ratih di pintu kamarnya. Sinar kilat dari kisikisi di puncak jendela menolong saya menciptakan keberadaannya serta ia membimbing saya masuk. Tubuh kami berantuk dikala ia menuntun saya ke tempat tidurnya dalam hitam. Mau sekali saya merangkul badan empuknya namun saya khawatir ia marah. Kesimpulannya kami berdua tiduran berjajar di tempat tidur. Sepanjang proses itu kami sama melindungi supaya tidak sangat banyak bersentuhan tubuh. Perasaanku tidak karuan. Baru kali inilah saya sempat tidur dengan wanita apalagi dengan ibuku sendiri juga tidak sempat. Wanita menawan serta seksi lagi.
“ Kalian itu kurus tetapi tubuhmu kok keras Dit?’ bisiknya di sampingku dalam hitam. Saya tidak menanggapi. Seandainya kau ketahui betapa******ku lebih keras lagi saat ini ini, kataku dalam hati. Saya tiduran miring membelakangi ia. Lama kami berdiam diri. Kukira ia telah tidur, yang jelas saya tidak dapat tidur. Apalagi mataku yang sebelumnya berat mengantuk, saat ini terbuka lebar.
“ Dit” kudengar ia memecah keheningan.
“ Kalian sempat bersetubuh?” tanya. Nafasku sesak serta mereguk ludah.
“ Belum Tante, apalagi memandang celana dalam wanita juga baru sekali.” Wah berani sekali saya.
“ Celana dalam Tante? Hmmh. Kalian ingin nanggelin Dit?” dalam hitam kudengar ia menahan tawa. Saya hampir- hampir tidak yakin ia berkata itu.
“ Nanggelin celana dalam Tante?”
“ Iya. Tetapi jangan dibilangin siapapun. Saya diam agak lama. Takutnya nanti bilag aku tidak ingin kendor Tante. Nanti Tante kendorin”.
“ Sama apa? Ya tanggelin dahulu. Nanti bilahmu itu ketahui sendiri”.
Suaranya penuh tantangan. Serta akupun berputar, nafsuku menggelegak. Saya ketahui inilah peluang emas buat melampiaskan hasrat berahiku yang terpendam pada wanita menawan seksi sepanjang bertahun- tahun umur remajaku. Rasanya semacam saya bisa kesempatan emas di depan gawang lawan dalam satu pertandingan final kejuaraan besar melawan kesebebelasan luar biasa kokoh, dimana pertandingan bertahan 00 hingga menit ke85. Umpan manis disodorkan penyerang tengah ke arah kiri. Bola menggelinding mendekati kotak penalti.
Seluruh mengejar, kiper terjatuh serta saya datang lebih dahulu. Dengan kekuatan penuh kulepaskan tembakan geledek. Berhasil! Begitulah rasanya kala saya tergesa melepas sarungku serta menyerbu menanggalkan celana dalam Tante Ratih. Kemudian dalam hitam kuraih kaitan BH dipunggungnya, ia membantuku. Kukucup mulutnya. Kuremas buah dadanya serta tidak sabaran lagi kedua kakiku masuk ke celah kedua pahanya. Kukuakkan paha itu, kuselipkan paha kiriku di dasar paha kanannya serta dengan satu tikaman kepala kontolku menerjang pas akurat ke celah labianya yang basah. Aku tancapkan terus.
MASUK! Saya menyetubuhi Tante Ratih begitu tergesa- gesa. Sembari menusuk liang vaginanya kedua buah dadanya terus kuremas serta kuhisap serta bibirnya kupilin serta kulumat dengan mulutku. Mataku terbeliak dikala penisku kumaju- mundurkan, kutarik hingga tinggal cuma kepala kemudian kubenam lagi dalam mereguk nikmat sorgawi vaginanya. Kenikmatan yang baru awal kalinya saya rasakan.
Ohhhhh Ohhhhh. Namun malangnya saya, barangkali baru 8 kali saya menggenjot, itupun batang kemaluanku baru masuk 2 pertiga sewaktu ia muntah- muntah dengan hebat.
Spermaku muncrat tumpah ruah dalam lobang kewanitaannya. Serta akupun kolaps. Badanku penuh keringat serta tenagaku rasanya terkuras dikala kusadari kalau saya telah knocked out. Saya siuman saya telah keburu habis sedangkan merasa Tante Ratih masih belum apa- apa, terlebih puas. Serta seketika listrik menyala. Tanpa kami sadari warnanya hujan badai telah reda. Dalam cerah kulihat Tante Ratih tersenyum disampingku. Saya malu. Rasanya semacam ia menertawakan saya. Pria loyo. Main sebagian menit saja telah loyo. Lain kali jangan terlampau tergesa- gesa dong sayang, katanya masih tersenyum.
Kemudian ia turun dari ranjang. Cuma dengan kimono yang sebelumnya tidak pernah kulepas ia berangkat ke kamar mandi, pastinya hendak cebok mensterilkan spermaku yang berlepotan di celah selangkangannya. Keluar dari kamar mandi kulihat ia ke dapur serta akupun gantian masuk ke kamar mandi mensterilkan penis serta pangkal penisku berserta rambutnya yang pula berlepotan mani. Habis itu saya kembali ke ranjang.
Apakah hendak terdapat babak selanjutnya? Tanyaku dalam hati. Ataupun saya disuruh kembali ke kursi sebab lampu telah nyala? Tante Ratih masuk ke kamar bawa cawan serta sendok teh yang diberikan padaku. Apa ini Tante? Telor mentah serta madu lebah pengganti yang telah kalian keluarkan banyak tadi, katanya tersenyum bandel serta kembali ke dapur. Akupun tersenyum gembira. Warnanya hendak terdapat babak selanjutnya. 2 butir telur mentah itu beserta madu lebah campurannya kulahap serta sirna kedalam perutku dalam waktu pendek. Serta sebentar setelah itu Tante kembali bawa gelas berisi air putih. Serta kami duduk bersisian di pinggir ranjang.
“ Lezat sekali Tante” bisikku dekat telinganya.
“ Telor mentah serta madu lebah?” tanyanya.
“ Bukan. Meqi Tante lezat sekali.”
“ Ingin lagi?” tanyanya menggoda.
“ Iya Tante, ingin sekali”, kataku tidak tabah dengan melingkarkan tangan di bahunya. T
“ api yang slow ya Dit? Jangan buruburu semacam tadi”.
“ Iya Tante, janji”. Serta kamipun melaksanakannya lagi. Walaupun di kota kabupaten saya bukannya tidak sempat nonton filem bokep. Terdapat temanku yang memiliki kepingan VCDnya. Serta saya ketahui gimana foreplay dicoba. Saat ini saya coba mempraktekkannya sendiri. Mula- mula kucumbu dada Tante Ratih, kemudian lehernya. Kemudian turun ke pusar kemudian kucium serta kujilat ketiaknya, kemudian kukulum serta kugigitgigit pentilnya, kemudian jilatanku turun kembali ke dasar seraya tanganku meremas- remas kedua payudaranya. Kemudian kujilat belahan vaginanya. Hingga disini Tante Ratih mulai merintih. Kumainkan itilnya dengan ujung lidahku. Tante Ratih mengangkatangkat panggulnya menahan nikmat. Serta akupun pula telah tidak tahan lagi. Penisku kembali tegang penuh serta keras seolah berteriak memaki saya dengan marah Cepatlah*******, jangan berleha- leha lagi, teriaknya tidak tabah. Penis yang cuma memikirkan ingin enaknya sendiri saja. Saya merayap di atas badan Tante Ratih. Tangannya menolong menempatkan bonggol kepala penisku pas di mulut lobang kemaluannya. Serta tanpa menunggu lagi saya menusukkan penisku serta membenamkannya hingga 2 pertiga. Kemudian kupompa dengan ganas.
“ Diiiiiiiit”, rengeknya mereguk nikmat sembari merangkul leher serta punggungku dengan mesra. Rangkulan Tante Ratih membuat saya terus menjadi bergairah serta terangsang. Pompaanku saat ini lebih kokoh serta rengekan Tante Ratih pula terus menjadi manja. Serta kupurukkan segala batangku hingga ujung kepada penisku memegang suatu di dasar rahim Tante. Sentuhan ini menimbulkan Tante menggeliat- geliat memutar panggulnya dengan ganas, meremas serta menghirup kontolku. Respon Tante ini menimbulkan saya kehabisan kendali. Saya bobol lagi. Spermaku muncrat tanpa bisa ditahan- tahan lagi. Serta kudengar Tante Ratih merintih kecewa. Kali ini saya keburu knocked out selagi ia nyaris saja menggapai orgasme.
“ Maafkan saya Tante” bisikku di telinganya.
“ Tidak apa- apa Dit”, katanya berupaya menenangkan saya. Dihapusnya peluh yang meleleh di pelipisku.
“ Dit, jangan bilang- bilang siapapun ya sayang?” kata tante
Tante khawatir sekali jika ibumu ketahui. Ia bakalan marah sekali anaknya Tante makan, katanya tersenyum masih tersengal- sengal menahan birahi yang belum tuntas penuh. Kontolku berdenyut lagi mendengar perkataan Tante itu, apa memanglah saya yang ia makan bukannya saya yang memakan ia? Serta saya teringat pada kekalahanku barusan. Kelelakianku tersinggung. Diam- diam saya berniat buat menaklukkannya pada peluang selanjutnya sehingga ketahui rasa, bukan ia yang memakan saya namun akulah yang memakan ia. Saya terbangun pada kokokan ayam awal. Memanglah kebiasaanku bangun pagi- pagi sekali. Sebab saya butuh belajar. Otakku lebih terbuka mengolah rumus- rumus ilmu tentu serta fisika jika pagi. Kupandang Tante Ratih yang tergolek miring disampingku. Ia masih tidak bercelana dalam serta tidak berBH. Sebelah kakinya menjulur dari belahan kimono di selangkangannya membentuk segitiga sehingga saya bisa memandang bagian dalam pahanya yang putih padat hingga ke pangkalnya. Ujung jembutnya pula kulihat mengintip dari pangkal pahanya itu serta saya pula dapat memandang sebelah buah dadanya yang tidak tertutup kimono. Saya telah hendak menerkam ingin menikmatinya sekali lagi sewaktu saya merasa desakan ingin buang air kecil. Sebab itu pelan- pelan saya turun dari ranjang terus ke kamar mandi. Saya lagi membilas muka serta kumur- kumur sewaktu Tante Ratih mengetok pintu kamar mandi. Agak kecewa kubukakan pintu serta Tante Ratih membagikan handuk bersih. Ia sodorkan pula gundar gigi baru serta odol. Ini
“ Dit, mandi saja disini” katanya. Barangkali ia kira saya hendak kembali ke rumahku buat mandi? Goblok bener. Akupun cepat- cepat mandi. Keluar dari kamar mandi dengan sarung serta singlet serta handuk yang membalut tengkuk, kedua pundak serta lengan kulihat Tante Ratih telah di dapur mempersiapkan makan pagi.
“ Mari makan pagi Dit. Tante pula ingin mandi dahulu” katanya meninggalkan saya. Kulihat di meja makan terhidang roti mentega dengan botol madu lebah Australia disampingnya serta semangkok besar cairan kental berbusa. Saya ketahui apa itu. Teh telor. Lekas saja kuhirup serta rasanya sangat lezat sekali di pagi yang dingin. Aku percaya sangat kurang terdapat 2 butir telor mentah yang dikocokkan Tante Ratih dengan pengocok telur disitu, kemudian dibubuhi susu kental manis cap nona serta bubuk coklat. Kemudian cairan teh pekat yang telah diseduh buat setelah itu dituang dengan air panas sambil terus dikacau dengan sendok. Lezat sekali. Serta 2 roti mentega berlapis pula lekas sirna ke perutku. Kumakan habis selagi berdiri. Madu lebahnya kusendok lebih banyak. Tante tidak lama mandinya serta saya telah menunggu tidak tabah. Dengan cuma berbalut handuk Tante keluar dari kamar mandi. Tante, ini teh telornya masih terdapat, kataku.
“ Kok tidak kalian habiskan Dit?” tanyanya.
“ Tante kan pula memerlukannya”, kataku tersenyum lebar. Ia menerima gelas besar itu sembari tersenyum mengerling kemudian menghirupnya.
“ Aku kan bisa lagi ya Tante” tanyaku menggoda. Ia menghisap lagi dari gelas besar itu.
“ Tetapi jangan buru- buru lagi ya?” katanya tersenyum dikulum. Ia menghisap lagi saat sebelum gelas besar itu ia kembalikan padaku. Serta saya mereguk sisanya hingga habis. Penuh hasrat saya mengangkut serta memondong Tante Ratih ke kamar tidur.
“ Duh, kalian kokoh sekali Dit” pujinya melekapkan wajah di dadaku. Kubaringkan ia di ranjang, handuk yang membalut badan telanjangnya lekas kulepas. Duhhh menawan sekali. Segalanya indah. Wajah, toket, perut, panggul, meqi, paha serta kakinya. Seluruhnya putih lembut mirip artis filem Jepang. Semula saya ragu gimana mengawalinya. Apa yang mesti kuserang dahulu, sebab seluruhnya menggiurkan.
Tetapi ia mengambil inisiatif. Dilingkarkannya tangannya ke leherku serta ia dekatkan mulutnya ke mulutku, serta akupun melumat bibir seksinya itu. Ia julurkan lidahnya yang saya hisap- hisap serta perasan air ludahnya yang lezat kureguk. Kemudian kuciumi segala wajah serta lehernya. Kemudian kuulangi lagi apa yang saya jalani padanya tadi malam.
Meremas- remas payudaranya, menciumi leher, balik kuping serta ketiaknya, menghirup serta menggigit sayang pentil susunya. Sedangkan itu tangan Tante pula liar merangkul punggung, mengusap tengkuk, serta meremas- remas rambutku. Kemudian setelah puas menjilat buah dada serta mengulum pentilnya, ciumanku turun ke pusar serta terus ke dasar. Semacam kemarin saya kembali menciumi jembut di vaginanya yang tebal semacam martabak Bangka, menjilat klitoris, labia serta tidak kurang ingat bagian dalam kedua pahanya yang putih. Kemudian saya mengambil posisi semacam tadi malam buat menungganginya. Tante menyongsong penisku di liang vaginanya dengan gairah.
Sebab Tante Ratih telah naik birahi penuh, tiap tusukan penisku menggesek bilik liangnya tidak cuma dinikmati olehku namun dinikmati penuh oleh ia pula. Tiap kali sembari menahan nikmat ia berbisik di telingaku“ Jangan buru- buru ya sayang,.. jangan buru- buru ya sayang”. Serta saya memanglah berupaya mengatur diri mengirit tenaga. Kuingat perkata pelatih sepakbolaku.
Kalian itu main 2 kali 45 menit, bukannya cuman separuh jam. Sebab itu butuh pula latihan lari marathon. Dari pengalaman tadi malam kujaga supaya penisku yang memanglah berdimensi lebih panjang dari orang mayoritas itu jangan hingga terbenam seluruhnya sebab hendak memancing respon liar tidak terkontrol dari Tante Ratih. Saya dapat bobol lagi. Saya melindungi cuma masuk 2 pertiga ataupun 3 perempat. Serta kurasakan Tante Ratih pula berupaya mengatur diri. Ia cuma menggerakkan panggulnya sekadarnya menyongsong kocokan batangku.
Kerjasama Tante menolong saya. Buat 5 menit awal saya memahami bola serta lapangan seluruhnya. Kujelajahi hingga 2 pertiga lapangan sembari mengarak serta mendrible bola, sedangkan Tante merapatkan pertahanan menunggu serbuan sambil melayani serta menghalau tusukan- tusukanku yang menuju ke jaring gawangnya. Sepanjang 5 menit selanjutnya saya terus menjadi tingkatkan tekanan.
Terkadang bola kubuang ke balik, kemudian kugiring dengan mengilik ke kiri serta ke kanan, terkadang dengan gerakan berbalik. Kulihat Tante mulai kewalahan dengan taktikku. 5 menit selanjutnya Tante mulai melancarkan serbuan balasan. Ia tidak lagi cuma bertahan. Back kiri serta bek kanan berkolaborasi dengan gelandang kiri serta gelandang kanan, demikian juga kiri luar serta kanan luar berkolaborasi membuat gerakan menjepit barisan penyerangku yang membuat mereka kewalahan.
Sedangkan merangkul serta menjepitkan paha serta kakinya ke panggulku Tante Ratih berbisik mesra“ jangan buru- buru ya sayang. jangan tergesa- gesa ya Dit?”. Akupun lekas mengendorkan serbuan, menahan diri. Serta 5 menit lagi lalu. Kemudian saya kembali mengambil inisiatif menjajaki mencari titik lemah pertahanan Tante Ratih. Saya gembira sebab saya memahami game serta 5 menit lagi lalu. Tante Ratih terus menjadi tersengal- sengal, rangkulannya di punggung serta kepalaku terus menjadi erat. Serta saya tidak lagi melaksanakan penjajakan. Saya telah ketahui titik kelemahan pertahanannya.
Karena itu saya masuk ke sesi serbuan yang lebih hebat. Penggerebekan di depan gawang. Penisku telah lebih kerap masuk 3 perempat memegang dasar liang kenikmatan Tante Ratih. Tiap tersentuh Tante Ratih menggelinjang. Ia pererat rangkulannya serta dengan napas tersengal ia kejar mulutku dengan mulutnya serta mulut serta lidah kami juga kembali berlumatan serta kerkucupan.“ Dit, bisiknya. Punyamu panjang sekali”.“ Memek Tante tebal serta lezat sekali” kataku balas menyanjung ia. Serta pertempuran sengit serta panas itu bersinambung 5 kemudian 10 menit lagi.
Kemudian geliat Tante Ratih terus menjadi merajalela serta ini menimbulkan saya terus menjadi edan pula memompa. Saya tidak lagi menahan diri. Saya membebaskan kendali syahwat berahiku selepas- lepasnya. Kutusuk serta kuhunjamkan kepala******ku hingga ke pangkalnya berulang kali serta berulang- ulang ke dasar rahimnya hingga kesimpulannya Tante Ratih tidak siuman menjerit oooooohhhhhh.
Saya kaget, kilat kututup mulutnya dengan tanganku, khawatir kedengaran orang, terlebih jika kedengaran oleh ibuku di sebelah. Sekalipun demikian pompaanku yang dahsyat tidak menyudahi. Serta dikala seperti itu kurasakan badan Tante Ratih berkelojotan sedangkan mulutnya menghasilkan suara lolongan yang tertahan oleh tanganku. Ia orgasme hebat sekali.“ Telah Dit, Tante telah tidak kokoh lagi” katanya dengan napas panjang singkatan sehabis mulutnya kulepas dari bekapanku. Kulihat terdapat keringat di hidung, di kening serta pelipisnya. Wajah itu pula nampak lelah sekali.
Saya memperlambat kemudian menghentikan kocokanku. Tetapi senjataku masih tertanam mantap di memek tebalnya.“ Lezat Tante?” bisikku.“ Iya lezat sekali Dit. Kalian jantan. Telah ya? Tante letih sekali” katanya membujuk biar saya melepaskannya. Tetapi mana saya ingin? Saya belum keluar, sedangkan batang kelelakianku yang masih keras perkasa yang masih tertancap dalam di liang kenikmatannya telah tidak sabaran hendak melanjutkan pertempuran.“ Sebentar lagi ya Tante” kataku memohon, serta ia mengangguk paham. Kemudian saya melanjutkan melampiaskan kocokanku yang tadi tertunda.
Kusenggamai ia lagi sejadi- jadinya serta birahinya naik kembali, kedua tangannya kembali merangkul serta memiting saya, mulutnya kembali menerkam mulutku. Kemudian 10 menit setelah itu saya tidak bisa lagi menghindari air maniku menyemprot berulang kali dengan hebatnya, sedangkan ia kembali berteriak tertahan dalam lumatan mulut serta lidahku. Liang vaginanya berdenyut- denyut menghirup serta memerah spermaku dengan hebatnya semacam tadi. Kakinya melingkar memiting panggul serta pahaku.
Persetubuhan nikmat diantara kami nyatanya kesekian serta kesekian serta kesekian serta kesekian lagi saban terdapat peluang ataupun tepatnya kesempatan yang dimanfaatkan. Suami Tante Ratih Om Hendra memiliki hobbi main catur dengan Bapakku.
Jika telah main catur dapat berjam- jam. Peluang seperti itu yang kami pakai. Sangat gampang jika mereka main catur di rumahku. Saya datangi terus Tante Ratih yang umumnya berhelah menolak tetapi kesimpulannya ingin pula. Saya pula nekad berupaya jika mereka main catur di rumah Tante Ratih. Serta umumnya bisa pula walaupun Tante Ratih lebih keras menolaknya mula- mula.
Hehe jika saya tidak percaya bakalan bisa pula kesimpulannya manalah saya hendak begitu degil menekan serta membujuk terus. 3 bulan setelah itu setelah kejadian awal di kala hujan serta badai itu saya ketakutan sendiri. Tante Ratih yang lama tidak kunjung berbadan dua, nyatanya berbadan dua. Saya takut kalau- kalau bayinya nanti gelap. Jika gelap pasti dapat marak. Sebab Tante Ratih itu putih. Om Hendra kuning. Kemudian kok balita mereka dapat gelap? Yang gelap itu kan sang Didit. Hehehehe tetapi itu cerita lain lagi lah.

HAWAIPOKER | AGENPOKER | BANDARQ | DOMINO99 | JUDI POKER | BANDAR POKER | CAPSASUSUN | JUDI ONLINE | POKER | CEME | AGEN JUDI ONLINE | SAKONG | QQ | AGEN DOMINO
0 Komentar