INDOSEXASIA - Cerita Hot Serta Panas Kenikmatan Dikala Diperkosa Kakak Ipar Kala saya menikah 2 tahun yang kemudian, rasanya dunia ini cuma milikku seseorang. Betapa tidak, saya memperoleh seseorang laki- laki yang jadi impian seluruh wanita di segala kampungku. Saya jadi istri seseorang pejabat di kota yang kaya raya. Bayangkan saja, suamiku mempunyai puluhan hektar tanah di kampungku, belum ruko- ruko yang dikontrakan. Tidak cuma di wilayah kampungku namun terdapat pula di daerah- daerah yang lain.
Telah terbayang di benakku, tiap hari saya tinggal di rumah besar serta elegan( paling tidak buat dimensi di kampungku), naik mobil bagus keluaran terkini.
MENANGKAN KESEMPATAN MERAIH UANG SEBESAR Rp 40.000.000 SEKARANG JUGA DARI MEGA JACKPOT DI PERMAINAN ( QQ,POKER,CAPSA,SAKONG ) DENGAN MINIMAL DEPOSIT | WITHDRAW Rp 20.000 !! || HANYA DI
Hari- hariku bagaikan istrinya memanglah membahagiakan serta membanggakan. Sahabat seusiaku banyak yang iri dengan kehidupanku yang serba lezat. Walaupun saya sendiri tidak percaya dengan kebahagian yang kurasakan dikala itu. Hati kecilku kerap dipadati oleh kekhawatiran yang sewaktu- waktu hendak membuat hidupku jatuh merana. Saya sesungguhnya tidaklah salah satunya perempuan pasangan suamiku. Dia telah beristri dengan sebagian anak. Mereka tinggal jauh di kota besar serta sama sekali tidak sempat ketahui hendak keberadaanku bagaikan madunya.
Kala menikah juga saya telah ketahui hendak statusnya ini. Saya, entah terpaksa ataupun memanglah mencintainya, saya memutuskan buat menikah dengannya. Demikian pula dengan orang tuaku. Mereka malah sangat mengharapkan saya jadi istrinya. Bisa jadi mereka mengharapkan kehidupan kami hendak berganti, derajat kami bertambah serta ditatap oleh seluruh orang kampung apabila saya telah jadi istrinya. Bisa jadi memanglah telah nasibku buat jadi istri kedua, lagi pula hidupku lumayan senang dengan statusku ini.
Seluruh itu kurasakan setahun yang kemudian. Begitu tiba tahun kedua, barulah saya merasakan pergantian. Suamiku yang tadinya lebih kerap terletak di sisiku, saat ini mulai tidak sering timbul di rumah. Awal seminggu sekali dia mengunjungiku, setelah itu sebulan serta terakhir saya telah tidak menghitung lagi entah berapa bulan sekali ia tiba kepadaku buat melepas rindu.
Saya tidak berani menghubunginya. Saya khawatir seluruh itu malah hendak membuat hidupku lebih merana. Saya tidak dapat membayangkan jika istri pertamanya ketahui keberadaanku. Pastinya hendak marah besar serta mengadukanku ke pihak berwajib. Biarlah saya tanggung seluruh derita ini. Saya tidak mau orang tuaku terbawa sengsara oleh permasalahan kami. Mereka telah hidup senang, mempunyai rumah yang lebih besar, sawah serta ternak- ternak piaraan pemberian suamiku.
Hari hari yang kulalui terus menjadi tidak menggairahkan. Saya berupaya buat menyibukan diri dengan bermacam kerjaan supaya tidak merasa bosan ditinggal suami dalam waktu lama. Namun seluruh itu tidak membuat perasaanku tenang. Malah jadi risau, paling utama di malam hari. Saya senantiasa termenung sendiri di ranjang hingga larut malam menunggu kantuk yang tidak kunjung tiba. Kurasakan sprei tempat tidurku begitu dingin, tidak semacam di hari- hari dini perkawinan kami dahulu. Sprei tempat tidurku tidak sempat apik, senantiasa acak- acakan serta hangat sisa pergulatan badan kami yang senantiasa berkeringat. Di saat- saat semacam inilah saya senantiasa merasakan kesedihan yang mendalam, risau mendambakan kehangatan semacam dahulu. Rindu hendak cumbuan hangat suamiku yang kayaknya tidak sempat padam walaupun umurnya telah mulai menua.
Jika telah terbayang seluruh itu, saya jadi terus menjadi risau. Risau oleh perasaanku yang menggebu- gebu. Apalagi akhir- akhir ini terus menjadi membuat kepalaku pusing. Membuatku uring- uringan. Marah oleh suatu yang saya sendiri tidak paham. Kegelisahan ini kerap terbawa dalam impianku. Di luar sadarku, saya kerap membayangkan cumbuan hangat suamiku. Gimana panasnya kecupan bibir suamiku di sekujur tubuhku. Saya menggelinjang tiap kali terserang sentuhan bibirnya, bergetar merasakan sentuhan lembut jemari tangannya di bagian tertentu tubuhku. Saya tidak sanggup menahan diri. Kesimpulannya saya mencumbui diriku sendiri. Tanganku menggerayang ke segala tubuhku sembari membayangkan seluruh itu kepunyaan suamiku. Pinggulku berbalik liar mengimbangi gerakan jemari di dekat pangkal pahaku. Pantatku terangkat tinggi- tinggi menyongsong desakan barang imajinasiku ke dalam diriku. Saya melenguh serta merintih kenikmatan sampai kesimpulannya terkulai lemas di ranjang kembali ke alam siuman kalau seluruh itu ialah kenikmatan semu. Air mataku jatuh bercucuran, meratapi nasibku yang tidak beruntung.
Pelarianku itu jadi kerutinan tiap menjelang tidur. Jadi semacam keharusan. Saya ketagihan. Susah melenyapkan kerutinan yang telah jadi kebutuhan bathinku. Saya tidak ketahui hingga kapan seluruh ini hendak berakhir. Saya telah bosan. Kecewa, marah, pilu serta entah terlebih yang terdapat dalam perasaanku dikala ini. Kepada siapa saya wajib melampiaskan seluruh ini? Suamiku? Entah kapan dia tiba lagi. Kepada orang tua? Apa yang dapat mereka perbuat? Oohh.. saya cuma dapat menangisi penderitaan ini.
Saya memanglah wanita kampung yang tidak ketahui kondisi. Saya tidak sempat siuman kalau keadaanku tiap hari menarik atensi seorang. Saya baru ketahui setelah itu kalau nyatanya Kang Hendi, suami kakakku, menjajaki perkembanganku tiap hari. Mereka memanglah tinggal di rumahku. Saya terencana mengajak mereka tinggal bersama, sebab rumahku lumayan besar buat menampung mereka bersama anak tunggalnya yang masih bayi. Sekaligus menemaniku yang hidup seseorang diri.
“ Kasihan Neng Anna, temenin aja. Supaya rumah kamu yang di situ dikontrakan saja” demikian anjuran orang tuaku waktu itu.
Saya juga tidak keberatan. Kesimpulannya mereka tinggal bersamaku. Seluruhnya berjalan wajar saja. Tidak terdapat kasus di antara kami seluruh, hingga sesuatu malam kala saya lagi melaksanakan perihal‘ teratur’ terperanjat separuh mati dikala kusadari nyatanya saya tidak lagi bermimpi bercumbu dengan suamiku. Saat sebelum siuman, saya merasakan kenikmatan yang luar biasa sekali. Terasa lain dengan khayalanku sepanjang ini. Terlebih kala puting payudaraku dijilat serta dihisap- hisap dengan penuh gairah. Saya hingga mengerang saking nikmatnya. Rangsangan itu terus menjadi meningkat hebat memahami diriku. Kecupan itu terus menjadi merajalela, bergerak lama- lama menelusuri perutku terus ke dasar mengarah lembah yang ditumbuhi semak- semak rimbun di dekat selangkanganku. Saya nyaris berteriak saking menikmatinya. Ini ialah suatu yang baru, yang tidak sempat dicoba oleh suamiku. Apalagi dalam mimpi juga, saya tidak sempat membayangkan hingga sepanjang itu. Di situlah saya baru tersadar. Terbangun dari mimipiku yang indah. Kubuka mataku serta melirik ke dasar selangkanganku buat mengenali apa yang sesungguhnya terjalin. Mataku yang masih belum terbiasa dengan kondisi hitam ruangan kamar, memandang suatu bergerak- gerak di dasar situ, di antara kedua pahaku yang terbuka lebar.
“ Aduh siapa sih ini..” gumamku separuh siuman sembari menjulurkan tanganku ke dasar situ.
Tanganku memegang suatu semacam rambut. Kuraba- raba serta baru kutahu kalau itu merupakan kepala seorang. Saya kaget. Dengan refleks saya bangun serta merapat ke ujung ranjang sembari berupaya memandang apa terjalin. Sehabis mataku terbiasa dengan kegelapan, kulihat di situ nyatanya seorang tengah merayap ke atas ranjang. Saya terus menjadi kaget begitu kutahu orang itu merupakan Kang Hendi, kakak iparku!
Saking kagetnya, saya berteriak sekuat tenaga. Namun saya tidak mendengar suara teriakan itu. Kerongkonganku serasa tersekat. Cuma mulutku saja yang terbuka, menganga lebar- lebar. Kedua mataku melotot seolah tidak yakin apa yang kulihat di hadapanku merupakan Kang Hendi yang bertelanjang dengan cuma mengenakan celana dalam.
Kang Hendi mendatangi sembari mengisyaratkan supaya jangan berteriak. Tubuhku terus menjadi mepet ke ujung bilik. Khawatir, marah serta lain sebagainya bercampur aduk dalam dihatiku memandang kehadirannya di kamarku dalam kondisi separuh telanjang semacam itu.
“ Kang! Lagi apa..?” cuma itu yang keluar dari mulutku sedangkan tanganku padat jadwal membenahi pakaianku yang telah tidak karuan.
Saya baru siuman nyatanya segala kancing pakaian tidurku seluruhnya terlepas serta bagian bawahnya telah terangkat hingga ke pinggang. Untungnya saja celana dalamku masih terpakai apik, cuma dadaku saja yang telanjang. Saya buru- buru menutupi ketelanjangan dadaku sebab kulihat mata Kang Hendi yang liar nampaknya tidak sempat berkedip memandang ke arah situ.
Saking takutnya saya tidak dapat ngomong apa- apa serta cuma melongo memandang Kang Hendi terus menjadi mendekat. Dia kemudian duduk di bibir ranjang sembari mencapai tanganku serta membisikan perkata rayuan kalau saya ini menawan tetapi kurang beruntung dalam pernikahan. Dadaku serasa ingin meledak mendengar perkataannya. Apa hak ia buat berkata seluruh itu? Saya tidak perlu dengan belas kasihannya. Jika saja saya tidak ingat hendak istrinya, yang ialah kakakku sendiri. Telah kutampar mulut lancangnya itu. Terlebih ia telah berani- berani masuk ke dalam kamarku malam- malam begini.
Teringat itu saya langsung bertanya,“ Kemana Teh Mirna?”.
“ Ssst, tenang ia lagi di rumah yang di situ” kata Kang Hendi dengan tenang seakan tidak bersalah.
Kurang ajar, runtukku dalam hati. Pantesan berani masuk ke kamar. Tetapi kok Teh Mirna tidak ngomong- ngomong tadinya.
“ Kok ia tidak bilang- bilang ingin kembali” Tanyaku heran.
“ Sebelumnya ingin ngomong. Tetapi Kang Hendi bilang tidak harus kasihan Neng Anna telah tidur, supaya nanti Akang saja yang bilangin” jelasnya.
Dasar pria kurang ajar. Istrinya dibohongi supaya ia leluasa masuk kamarku. Saya terus menjadi marah. Awal dia telah kurang ajar masuk kamarku, kedua dia berani mengkhianati istrinya yang pula kakak kandungku sendiri!
“ Akang siuman ya aku ini adikmu pula. Akang ingin mengapa kemari.. Hanya.. ngh.. pake gituan aja” kataku seraya melirik Kang Hendi sekilas. Saya tidak berani lambat- laun sebab khawatir memandang tatapannya.
“ Neng..” panggilnya dengan suara parau.
“ Akang kasihan amati Neng Anna. Akhir- akhir ini kelihatannya terus menjadi mengidap saja” ucapnya setelah itu.
“ Akang ketahui dari mana aku mengidap” sergahku dengan mata mendelik.
“ Eh.. jangan marah ya. Itu.. nggh.. Akang.. anu..” katanya dengan ragu- ragu.
“ Terdapat apa kang?” tanyaku terus menjadi penasaran sembari memandang mukanya lekat- lekat.
“ Anu.. eh, Akang amati kalian senantiasa kesepian. Lama ditinggal suami, jadi Akang mau Bantu kalian” katanya tanpa malu- malu.
“ Iktikad Akang?”
“ Ini.. Akang, maaf neng.., sempat amati Neng Anna jika lagi tidur suka..” ucapnya setengah- setengah.
“ Jadi Akang suka ngintip aku?” tanyaku terus menjadi sewot.
Kulihat dia mengangguk lemah buat setelah itu menatapku dengan penuh gairah.
“ Akang mau membantu kalian” bisiknya nyaris tidak terdengar.
Kepalaku serasa dihantam petir mendengar pengakuan serta keberaniannya mengatakan isi hatinya. Sangat kurang ajar lelaki ini. Berdialog semacam itu tanpa merasa bersalah. Dadaku serasa sesak oleh amarah yang tidak tersalurkan. Saya terdiam seribu bahasa, badanku serasa lemas tidak bertenaga mengalami realitas ini. Saya malu sekali pelampiasanku sepanjang ini dikenal orang lain. Saya tidak ketahui hingga sepanjang mana Kang Hendi memandang rahasia di tubuhku. Saya tidak mau membayangkannya.
Kang Hendi tidak menyerah begitu saja memandang kemarahanku. Kebingunganku sudah membuat diriku kurang waspada. Saya tidak ketahui semenjak kapan Kang Hendi merapatkan badannya kepadaku. Saya terjebak di ujung ranjang. Tidak terdapat jalur bagiku buat melarikan diri. Seluruhnya tertutup oleh badannya yang jauh lebih besar dariku. Saya menyembunyikan kepalaku kala dia merangkul tubuhku. Tercium aroma khas lelaki tersebar dari badan Kang Hendi. Saya rasakan otot- otot badannya yang keras melekat di tubuhku. Kedua tangannya yang perkasa melingkar sehingga tubuhku yang jauh lebih mungil tertutup telah olehnya. Saya berontak sembari mendesak dadanya. Kang Hendi malah mempererat pelukannya. Saya terengah- engah dibuatnya. Tenagaku sama sekali tidak berarti dibandingkan kekokohannya. Nampaknya usaha percuma belaka melawan tenaga lelaki yang telah kesurupan ini.
“ Kang inget.. aku kan adik Akang pula. Lepasin aku kang. Aku janji tidak hendak bilang sama teteh ataupun siapa aja..” pintaku memelas saking putus asanya.
Hibaanku sama sekali tidak dihiraukan. Kang Hendi memanglah telah kerasukan. Wajahku diciumi dengan penuh nafsu apalagi tangannya telah mulai menarik- narik baju tidurku. Saya berupaya menjauh dari ciuman itu sembari menahan pakaianku supaya tidak terbuka. Kami berkutat silih bertahan. Kudorong badan Kang Hendi sekuat tenaga sembari terus- terusan menegaskan ia supaya menghentikan perbuatannya. Lelaki yang telah kerasukan ini mana dapat dicegah, malah kebalikannya dia terus menjadi garang. Baju tidurku yang dibuat dari kain tipis tidak sanggup menahan kekuatan tenaganya. Cuma dengan sekali sentakan, terdengar suara baju dirobek. Saya terpekik kaget. Pakaianku robek sampai ke pinggang serta memperlihatkan dadaku yang telah tidak tertutup apa- apa lagi.
Kulihat mata Kang Hendi melotot melihat buah dadaku yang montok serta kenyal, menggelantung indah serta menggairahkan. Kedua tanganku dengan kilat menutupi ketelanjanganku dari tatapan liar mata lelaki itu. Upayaku itu membuat Kang Hendi terus menjadi beringas. Dia marah serta menarik kedua kakiku sampai saya terlentang di ranjang. Badannya yang besar serta perkasa itu langsung menindihku. Nafasku hingga tersengal menahan beban di atas tubuhku.
“ Kang jangan!” cegahku kala dia membuka tangannku dari atas dadaku.
Kedua tanganku dicekal serta dihimpit tiap- tiap di sisi kepalaku. Dadaku jadi terbuka lebar mempertontonkan keelokan buah dadaku yang menjulang tegak ke atas. Kepalaku meronta- ronta begitu kurasakan mukanya mendekat ke atas dadaku. Kupejamkan mataku. Saya tidak mau melihat bagian tubuhku yang tidak sempat tersentuh orang lain kecuali suamiku itu, dirambah dengan agresif oleh Kang Hendi. Saya tidak rela dia menjamahnya. Kucoba meronta di dasar himpitan badannya. Percuma saja. Air mataku langsung menetes di pipi. Saya tidak mampu menahan tangisku atas perbuatan tidak senonoh ini.
Kulihat wajah Kang Hendi menggerenyotkan bibir bahagia melihatku tidak meronta lagi. Dia terus merayuku sembari mengatakan kalau dirinya malah membantu diriku. Dia, katanya, hendak berupaya membagikan apa yang sepanjang ini kudambakan.
“ Kalian tenang aja serta nikmati. Akang janji hendak pelan- pelan. Tidak agresif asal kalian jangan berontak..” katanya setelah itu.
Saya tidak mau mencermati umbaran bualan serta rayuannya. Saya tidak ingin Kang Hendi mengucapkan perkata semacam itu, sebab saya tidak rela diperlakukan semacam ini. Saya betul- betul tidak berdaya di dasar kekuasaannya. Saya cuma dapat terkulai pasrah serta terpaksa membiarkan Kang Hendi menciumi wajahku semau hati. Bibirnya dengan bebas mengulum bibirku, menjilati segala wajahku. Saya cuma diam tidak bergerak dengan mata terpejam.
Hatiku menjerit merasakan cumbuannya yang terus menjadi liar, menggerayang ke leher serta terus turun ke atas dadaku. Saya menahan napas manakala bibirnya mulai menciumi kulit di seputar buah dadaku. Lidahnya menari- nari dengan leluasa menelusuri kemulusan kulit buah dadaku. Kadang- kadang lidahnya menjentik sekali- sekali ke atas putingku.
“ Tidak rela.. tidak rela..!” jeritku dalam hati.

HAWAIPOKER | AGENPOKER | BANDARQ | DOMINO99 | JUDI POKER | BANDAR POKER | CAPSASUSUN | JUDI ONLINE | POKER | CEME | AGEN JUDI ONLINE | SAKONG | QQ | AGEN DOMINO
0 Komentar